Kala Pelaut Makassar Pergi dan Tak Kembali ke Australia
Hampir 150 tahun berhubungan dagang dengan pelaut Makassar, kehidupan warga Aborigin dari suku Yolngu di sepanjang Pantai Utara Australia begitu makmur. Segala kebutuhan hidup mereka terpenuhi.
Dalam catatan sejarah warga Aborigin yang juga diarsipkan di South Australian Parliamentary Papers yang kemudian dikutip Richard Trudgen, seorang relawan pendiri Why Warriors, LSM yang fokus bergerak untuk meningkatkan taraf hidup Aborigin, pelaut dan saudagar asal Makassar terakhir datang ke Australia pada 1907. Para pelaut tangguh itu tidak lagi datang ke Australia karena adanya peraturan baru terkait perdagangan teripang.
Kala itu, pemerintah di Australia selatan menerapkan sistem pungutan pajak bagi perdagangan teripang dan komoditi lainnya. Pelaut Makassar yang membeli teripang dari warga Aborigin diharuskan bersandar di Pelabuhan Darwin dan dipungut biaya tambahan. Saudagar Makassar yang keberatan dengan pungutan pajak pemerintah Australia itu kemudian memutuskan untuk tak lagi datang ke Australia utara untuk membeli teripang di wilayah warga Aborigin. Hal tersebut lalu sangat berpengaruh terhadap kehidupan Suku Yolngu. Sumber penghidupan selama nyaris 150 tahun tiba-tiba pergi begitu saja.
"Saat musim hujan tiba, Yolngu terus menunggu di pinggir pantai namun Macassan tak kunjung datang. Salah seorang kapten kapal Macassan pada pelayaran terakhir sempat berujar ke Yolngu bahwa mungkin mereka tak akan pernah kembali lagi," kata Richard Trudgen saat diwawancarai detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International di rumahnya di Gove, Northern Territory, Australia pada Mei 2016.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Yolngu tahu penyebab Macassan tidak lagi datang ke tempat mereka, yakni karena keputusan pemerintah Australia. Pelaut Makassar berhenti datang ke Australia sekitar tahun 1906-1907.
Untuk diketahui, 6 negara otonom koloni Inggris (Queensland, New South Wales, Victoria, Tasmania, South Australia, dan Western Australia) bersepakat bersatu membentuk satu negara Australia dan mendeklarasikan diri menjadi negara persemakmuran Inggris pada 1 Januari 1901.
Pemerintah Australia yang sudah terbentuk saat itu diistilahkan warga Aborigin dengan kata 'Balanda', serapan dari kata Belanda yang sering disebut pelaut Makassar di mana Indonesia saat itu masih dijajah Belanda. Warga Aborigin menyebut 'Balanda' untuk menyebut warga kulit putih. Pemerintah Australia menerapkan sistem pajak yang tinggi hingga membuat saudagar Makassar enggan kembali.
"Beberapa Yolngu mengisahkan bagaimana kakek buyut mereka menangis saat tahu Macassan tak akan pernah kembali. Bahkan mereka mempertanyakan apa kewenangan Balanda yang merusak legal agreement antara klan Yolngu dan Macassan," jelas Richard.
Bahkan kala itu, menurut Richard, beberapa warga Suku Yolngu ada yang berlayar ke Makassar untuk mengajak para pelaut dan saudagar kembali berdagang teripang di Australia. Namun, para Yolngu yang pergi ke Makassar tak pernah kembali ke rumah.
Warga Yolngu semakin gelisah dengan kelanjutan perdagangan mereka yang sudah lama berjalan. Pasalnya, sepeninggal Macassan, tidak ada lagi saudagar lain yang datang ke Northern Territory untuk membeli teripang yang dihasilkan di wilayah mereka.
Hidup Suku Yolngu menjadi begitu sulit di Arnhem Land (wilayah Gove saat ini) pasca perdagangan dengan saudagar Makassar terhenti. Mereka harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup. Teripang tidak lagi bisa diharapkan.
Beberapa dari Suku Yolngu lalu mencoba melukis dan membuat karya seni dari kayu untuk dijual. Tapi kala itu hal tersebut tak cukup menolong. Kehidupan mereka semakin sulit.
Perdagangan internasional yang dijalani Suku Yolngu telah berakhir. Masa kejayaan ekonomi yang bersumber dari teripang juga tinggal kenangan.
Namun akhir-akhir ini, anggota komunitas Aborigin suku Warruwi di Kepulauan Goulburn, Kawasan Australia Utara kembali memanen dan berdagang komoditi teripang.
Hampir 150 tahun berhubungan dagang dengan pelaut Makassar, kehidupan warga Aborigin dari suku Yolngu di sepanjang Pantai Utara Australia begitu
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata