1000 Quanzhou

Oleh: Dahlan Iskan

1000 Quanzhou
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya tidak terlalu paham isinya. Logatnya sangat lokal. Bicaranya cepat pula.

Rasanya ia bicara soal perlunya mengenal Allah dan mengenal diri sendiri. Dari wajahnya terlihat ia orang Tionghoa suku Hui. Bacaan Al-Qur'annya fasih sekali.

Sudah 20 menit ia bicara. Belum terlihat akan berakhir. Lama sekali. Tiga orang yang duduk di deretan depan saya tampak mulai gelisah. Mereka saling bisik. Mereka tidak mengerti bahasa Mandarin. Badan mereka besar-besar. Berjenggot. Pasti bukan orang Hui.

Setelah berbisik, yang paling besar bangkit dari duduk. Ia berdiri bergeser agak ke kiri. Ia seperti mau salat. Ia menengok ke dua temannya yang masih duduk. Kepalanya menolehkan wajah. Itu isyarat agar yang dua mengikuti apa yang ia kerjakan.

Tiga orang itu pun salat berjemaah. Dua rakaat. Lalu keluar masjid. Yang ceramah masih terus berceramah.

Saya bergegas bangkit dari duduk. Saya kejar mereka keluar masjid. Sempat. Mereka masih harus pakai sepatu.

"Saya dari Indonesia. Kalian dari mana?"

"Dari Turkiye".

Tahun itu kerajaan Majapahit pun belum ada. Masih dua ratus tahun kemudian. Islam sudah ada di Quanzhou, bagian selatan provinsi Fujian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News