13 Pekerja Migran yang Bekerja di Singapura Raih Gelar Sarjana

13 Pekerja Migran yang Bekerja di Singapura Raih Gelar Sarjana
13 pekerja migran yang bekerja di Singapura berhasil meraih gelar sarjana. Foto: Kemnaker

jpnn.com, TANGERANG SELATAN - Sebanyak 13 pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Singapura berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Terbuka (UT). Ke-13 pekerja migran tersebut diwisuda dengan memanfaatkan peluang belajar sembari bekerja di luar negeri.

Atase Ketenagakerjaan di Singapura, Devriel Sogia, menjelaskan, rata-rata PMI di Singapura mendapat jatah libur 1 hari dalam seminggu. Para pekerja migran yang diwisuda UT mampu memaksimalkan peluang libur mereka dengan belajar di UT. "Kami mengingatkan kepada semua PMI di Singapura, untuk tetap meningkatkan keterampilan dan pendidikan melalui berbagai akses yang ada di sana," kata Devriel usai menghadiri wisuda Pekerja Migran Indonesia di Gedung UT Convention Center, Tangerang Selatan pada Selasa (12/11).

Menurut Davriel, peluang untuk mengenyam pendidikan selama bekerja di Singapura didasari 2 hal. Pertama, kemauan keras para PMI untuk meningkatkan keterampilan dan pendidikan. Kedua, kesempatan yang diberikan oleh majikan. "Jadi dua hal itu yang saling terkait. Yaitu keinginan, upaya dia ingin maju, dan kesempatan dari majikan," terang Davriel.

Ia pun mencontohkan dengan salah satu PMI yang diwisuda hari ini, yaitu Asmaunisak. Perempuan yang biasa disapa Nisak ini disebutnya tetap mengikuti pendidikan di UT selama bekerja. Meskipun, ia harus menyelesaikan studinya hingga 6 tahun. "Saya menghimbau kepada teman-teman PMI semua bahwa bekerja ke Singapura ini hanya sebagai pijakan. Untuk maju kedepan, untuk membangun kehidupan yang lebih baik, salah satu upayanya tadi, belajar sambil bekerja," ujarnya.

Davriel menambahkan, selain pendidikan formal seperti yang diselenggarakan UT, Pemerintah Indonesia juga menyediakan sejumlah akses peningkatan keterampilan bagi PMI. Salah satunya adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja (P3K).

Davriel melanjutkan, P3K adalah kursus selana 6 bulan yang terdiri dari 8 kejuruan. Yaitu Barista, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Komputer, Tata Kecantikan, Menjahit, dan Baking. Saat ini, P3K di Singapura diikuti sekitar 600 PMI. "Dari 8 kejuruan ini, kita akan terus meningkatkan kualitas pelatihan. Kita juga akan bekerja sama dengan BNSP guna mendapatkan sertifikasi yang diakui oleh Indonesia," ujarnya.

Salah satu PMI yaitu Nisak (36 tahun), sangat bersyukur akhirnya dapat diwisuda. Pendidikan yang dienyam selama ini berasal dari keinginanya untuk meningkatkan keterampilan, serta mendapat dukungan penuh dari majikannya. "Semoga bisa menjadi contoh bagi teman-teman pekerja migran, bahwa pekerja migran juga bisa sekolah, bisa kuliah, jadi orang-orang yang bekerja di luar negeri jangan menganggap diri kita itu rendah, anggap diri kita ini pekerja, bukan pembantu," terang perempuan asal Kendal, Jawa Tengah tersebut.

Ia pun berterima kasih kepada majikannya, Mrs. Lisa Tan, yang turut mengatarkannya untuk wisuda di Indonesia. Tak hanya itu, majikannya juga telah membantu biaya pendidikan, biaya wisuda, hingga memfasilitasi keluarga Nisak untuk datang pada acara wisuda. "Dia dan keluarganya support saya. Dia membayarkan kuliah saya, tiket pesawat, nginep di hotel juga dia yang bayar, tidak memotong gaji," ujar Nisak.

13 pekerja migran di Singapura berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Terbuka (UT).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News