164 Pabrik Rokok Terancam Tutup, Penyebabnya
jpnn.com, SURABAYA - Rencana pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 8,9 persen tahun depan ditentang oleh Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero). Menurut Ketua Gapero Jawa Timur Sulami Bahar, rencana itu bakal memiliki dampak negatif ke masyarakat.
”Mulai dari mematikan industri hasil tembakau dalam negeri, dan yang tak kalah menyedihkan jika perusahaannya tutup, otomatis akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal,” jelasnya saat ditemui awak media di Ria Resto Surabaya Jumat (6/10) tadi.
Apalagi rencana kenaikan berada di tengah tren perlambatan ekonomi. Belum lagi simplifikasi layer, dari 12 menjadi 9 layer. ”Kalau sudah begitu pabrik rokok golongan 2B pasti akan tutup. Jumlahnya tidak main-main, mencapai 164 pabrik,” tutur Sulami.
Sulami lantas mencontohkan, pada saat pemerintah mengambil kebijakan simplifikasi layer di tahun 2010 dari 19 ke 12 layer, berdampak ditutupnya pabrik rokok kecil hingga hampir mencapai 4000 pabrik. ”Layer adalah penggolongan pabrik rokok berdasarkan jumlah produksi, tenaga kerja, dan faktor lain,” ujar perempuan yang aktif di dunia rokok selama puluhan tahun itu.
Dengan rencana kenaikan cukai, tentu semakin memberatkan industri rokok tanah air. Sebab, sejak 2013 silam, produksi turun lebih dari satu persen dari rata-rata produksi rokok 340 miliar batang. Penurunan itu kata Sulami, merupakan dampak dari berbagai tantangan yang dihadapi industri rokok, mulai naiknya target penerimaan cukai, makin pendeknya waktu pembayaran cukai (PMK 20/2015), kurang memadainya ruang konsumsi rokok, relatif stagnannya pertumbuhan ekonomi. Juga, maraknya peredaran rokok ilegal dan munculnya berbagai peraturan yang membebani daya tahan industri.
Di sisi lain, dalih simplifikasi layer yang disampaikan pemerintah, dengan argumentasi terlalu rumitnya pengaturan administrasi pungutan cukai, sulitnya kontrol rokok illegal, hingga alasan kurang optimumnya upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, dinilai Gapero tidak tepat.
Dengan berbagai varian jenis produk rokok yang beredar di Indonesia, yakni sigaret putih mesin (SPM), sigaret kretek mesik (SKM), dan sigaret kretek tangan (SKT), pembagian layer sebanyak 12 bukanlah jumlah yang besar. “Apalagi jika mempertimbangkan varian level kemampuan perusahaan di Indonesia. Sebagai perbandingan, Thailand dan Australia memberlakukan 12 dan 19 layer dalam pembagian layer cukai minuman beralkohol,” ucap Sulami.
Sulami menjelaskan, dari hasil penelitian Survei Rokok Ilegal Universitas Gajah Mada pada 2016, makin berkurang jumlah layer, maka peredaran rokok ilegal semakin tinggi. Pemerintah akhirnya yang rugi sendiri. Berdasarkan data-data itu, rencana maka pengurangan layer di tengah kinerja industri yang mengalami penurunan akan menjerembabkan industri lebih dalam lagi. ”Sebaiknya pemerintah menunda rencana tersebut demi kebaikan banyak pihak,” harapnya.
Kalau sudah begitu pabrik rokok golongan 2B pasti akan tutup. Jumlahnya tidak main-main, mencapai 164 pabrik
- Penundaan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Masyarakat
- Rokok Ilegal Merajalela, Negara Rugi Rp 5,76 Triliun Akibat Kenaikan Tarif Cukai
- Kebijakan Kemenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dipertanyakan, RPMK Dikritik
- Peneliti & Pakar Sepakat Cukai Rokok Perlu Dinaikkan Demi Tekan Jumlah Perokok
- Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Dinilai Bakal Suburkan Rokok Ilegal
- Soal Rencana Kenaikan Cukai Rokok, Ketua DPD RI Beri Solusi Agar IHT Tidak Terimbas