17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara
Sabtu, 21 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Beruntung, dibantu beberapa LSM peduli hak asasi manusia dan komunitas gereja, Yuli cs berhasil membeli tanah di Depok itu pada Februari 2009. Pelan-pelan mereka mencari dana untuk membangun rumah singgah itu. "Ada yang menari, ada yang menyanyi, ada yang rias salon. Kami ini kan punya bakat macam-macam. Dari usaha itulah, sedikit demi sedikit terkumpul uang," katanya."
Akhirnya, rumah seluas 144 m2 itu pun bisa terwujud. "Bahkan, kami berencana membuat bangunan bertingkat nanti," imbuh dia.
Di lokasi itu, Yuli cs tidak mendapatkan penolakan dari warga setempat. Bahkan, kata waria asal Papua itu, tak jarang ibu-ibu sekitar meminjam ruang di rumah singgah tersebut untuk keperluan arisan. "Kami juga menggelar bakti sosial di waktu-waktu tertentu, seperti saat hari raya atau 17 Agustus," katanya.
Sebagai sarjana hukum, Yuli menginginkan kaumnya bangkit dari ketidakadilan dan cemoohan. Caranya, memberdayakan diri masing-masing. Untuk itu, Yuli terus berupaya meraih jalan menuju kebangkitan itu.
Komunitas transgender alias kaum waria masih dipandang sebelah mata masyarakat Indonesia. Hinaan, cacian, dan pengucilan adalah "makanan"
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408