17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara
Sabtu, 21 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Selain menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Islam At Tahiriyah, Jakarta, dia mencoba ikut seleksi calon anggota Komnas HAM pada 2007. Dia lolos seleksi awal. Namun, di tingkat fit and proper test di DPR, dia tidak berhasil masuk kualifikasi.
"Saya gagal menjadi anggota Komnas HAM karena waria dianggap belum saatnya menjadi pejabat publik. Terutama oleh kalangan agamis," katanya.
Gemas dengan fakta itu, dia lalu mendaftar kuliah di Universitas At Tahiriyah yang kampusnya beralamat di Jalan Kampung Melayu III, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Yuli pun lulus dengan predikat cum laude dan diwisuda pada 31 Juli 2010.
"Awalnya saya ragu mau masuk. Sebab, itu kan universitas Islam. Tapi, setelah masuk, ternyata mereka semua baik dan ramah. Saya diterima dengan dandanan sebagai waria," katanya.
Komunitas transgender alias kaum waria masih dipandang sebelah mata masyarakat Indonesia. Hinaan, cacian, dan pengucilan adalah "makanan"
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408