17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara
Sabtu, 21 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Selama kuliah, Yuli merasa tidak pernah mendapatkan perlakuan diskriminasi. Bahkan, Rektor Universitas At Tahiriyah Dr Suryani Thaher justru menganggap leberadaan Yuli sebagai mahasiswa kampus itu merupakan berkah. "Gara-gara kamu, At Tahiriyah terkenal di mana-mana lho, Yul," kenang Yuli menirukan komentar rektor kampusnya."
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas At Tahiriyah Hamdan SH MSi memuji sikap gigih Yuli dalam belajar. "Dia cepat paham dan menguasai perkuliahan," kata Hamdan saat dikonfirmasi secara terpisah.
Skripsi Yuli berjudul Hak Kerja Kelompok Minoritas dan Perda DKI Jakarta pun berhasil dipertahankan dalam ujian dan mendapat nilai A. "Kami senang bisa mempunyai alumnus seperti Yuli," kata Hamdan.
Yuli berasal dari suku pedalaman Asmat di Papua. Dia lahir pada 30 April 1961 sebagai anak ketujuh di antara sebelas bersaudara pasangan mendiang Petrus Rettoblaut-Paskalina Hurulean. Di desa kelahirannya, Yuli mengenyam pendidikan SD dan SMP dalam kondisi yang serba terbatas. Menginjak bangku SMA, barulah Yuli mengenal kehidupaan yang lebih kompleks di Kabupaten Merauke.
Komunitas transgender alias kaum waria masih dipandang sebelah mata masyarakat Indonesia. Hinaan, cacian, dan pengucilan adalah "makanan"
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408