17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara
Sabtu, 21 Agustus 2010 – 08:08 WIB
Lantaran badannya yang kekar itu, Yuli juga ditakuti orang-orang yang mengisengi dirinya maupun kawan-kawannya sesama waria. "Saya tidak mau waria dilecehkan orang. Kalau ada waria diperlakukan kurang ajar, saya siap mengajak duel orang itu," ujarnya. "Saya nekat seperti ini karena saya sudah tidak punya siapa-siapa," tambah dia.
Yuli memang pernah babak belur dikeroyok puluhan pemuda karena membela kaumnya yang dilecehkan. Kasus itu dia laporkan ke polisi, tapi tak jelas juntrungannya.
Akhirnya, sekitar 1996, jalan terang datang ke hati Yuli. "Saya merenung, tidak mungkin seperti ini terus di jalanan hingga tua. Kalau bukan dari diri sendiri, siapa lagi yang akan mengubah diri kita," ujarnya.
Dia lantas memilih Gereja Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan, sebagai tempat beraktivitas. Sebelum memimpin FKWI, Yuli menjadi ketua Muda Mudi Katolik dan ketua Forum Komunikasi Waria Jakarta Selatan. "Sejak mendapat pencerahan itu, hati saya tenang. Gairah hidup saya menyala lagi."
Komunitas transgender alias kaum waria masih dipandang sebelah mata masyarakat Indonesia. Hinaan, cacian, dan pengucilan adalah "makanan"
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408