19 Tahun Hidup di Pulau Tikus, Kesetiaan Kalahkan Ketakutan

“Kalau dibilang takut ya takut, tapi bapak mau tinggal di sini. Tidak mau pindah ke kota, karena gak merepotkan anak,” ujar Nurhayati.
Dia menceritakan, anaknya yang paling bungsu, Oka Saputra, 8 tahun lalu lahir di Pulau Tikus, tanpa bantuan dokter, bidan, ataupun dukun beranak.
Semua proses kelahiran ditangani sendiri dengan suaminya. “Sekarang dia sudah sekolah di Kota Bengkulu,” katanya.
Beberapa anak angkatnya meminta Nurhayati dan Pendi, meninggalkan Pulau Tikus, hidup bersama mereka. Namun dia kukuh.
Tidak mau merepotkan anak, menjadi alas an tetap bertahan hingga sekarang. “Dia (Pendi) betah di sini,” ujar Nurhayati.
Dia menyadari, hidup di tengah laut, di pulau terluar tidaklah mudah.
Kesetiaan Nurhayati terhadap suaminya Pendi, itulah yang mengalahkan rasa takut akan gempa, tsunami, ombak dan laut pasang. Hingga bertahan sampai kini.
Mereka bertahan meski secara pendapatan ekonomi tidak menentu. Tangkapan ikan menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tengah menurun.
KESETIAAN sebagai pasangan suami istri mengalahkan rasa takut. Ganasnya ombak laut yang menerjang Pulau Tikus tak membuat nyalinya ciut. Berikut
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu