1997, Rupiah Melemah juga Usai Petinggi IMF Datang, Ada Apa?

Sementara itu, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menekankan bahwa pemerintah terus melakukan monitoring terhadap dampak dari segala bentuk dinamika ekonomi global yang tengah terjadi.
Termasuk diantaranya, harga minyak dunia yang tengah mengalami tren peningkatan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus tertekan.
Seperti diketahui, harga minyak dunia saat ini sudah berada di atas asumsi dalam APBN 2018 yang hanya sebesar USD 48 per barel, yakni di kisaran USD 60 per barel.
Begitu juga dengan kurs rupiah yang juga sudah tidak lagi sejalan dengan asumsi yang disepakati pemerintah dan BI.
“Tentunya semua perkembangan variable ekonomi tersebut (kurs rupiah dan harga minyak) selalu dipantau oleh pemerintah secara konsisten,”jelasnya kepada Jawa Pos, kemarin.
Meski begitu, Askolani menekankan bahwa pemerintah belum berniat merevisi atau melakukan penyesuaian asumsi dalam APBN 2018, terkait dengan deviasi dua asumsi makro tersebut.
Sebab, monitoring yang dilakukan pemerintah dilakukan dalam jangka menengah bahkan sampai akhir tahun ini.
“Jadi bukan jangka pendek, mingguan atau bulanan. Dari pemantauan jangka menengah tersebut akan menjadi bahan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang diperlukan,”katanya.
Khafid Sirotuddin mengatakan, pada 1997 rupiah juga mengalami pelemahan setelah kehadiran salah satu direktur IMF.
- Proyeksi IMF, Indonesia Peringkat 7 PDB Terbesar Dunia pada 2025
- Rupiah Ditutup Menguat Jadi Sebegini
- Rupiah Berpeluang Menguat Lagi Hari Ini, Begini Kata Analis
- Rupiah Mulai Bangkit, Akankah Terus Berlanjut?
- Gawat, Kurs Rupiah Hari Ini Melemah Lagi, jadi Rp 16.911 Per USD
- Rupiah Nyaris Rp 17 Ribu, Cermin Ketidaksiapan Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi