260 Disway

Oleh: Dahlan Iskan

260 Disway
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Setelah mencapai 260 titik apakah Disway berhenti? Tidak. Tapi mungkin harus tarik napas dulu. Napas manajemennya –di bawah komando Mas Yanto Purwogiyono– sudah dipacu selama beberapa tahun terakhir. Jangan sampai kena sesak napas. Harus ada jedah. Konsolidasi.

Baca Juga:

Mas Yanto orang Lampung. Anak transmigran yang lahir di sana. Lulus kuliah di sana. Jadi wartawan di sana. Karirnya menanjak: jadi Dirut Harian Radar Cirebon, Cirebon TV, dan banyak lagi. Mas Yanto jadi tokoh Cirebon. Bersahabat dengan tokoh-tokoh asal Cirebon.

Mas Yanto ingin lari terus. Ia memang pesepeda yang andal –satu tim dengan pesepeda lainnya seperti cucunya Pak Iskan.

Saya minta padanya, setelah Disway menjadi 260, baiknya tarif napas dulu. Jedah. Setelah itu boleh lari lagi.

Dalam waktu jedah itulah ternyata ada tawaran kolaborasi. Datangnya dari tokoh asal Cirebon. Ia adalah bos baru grup media nasional yang juga lagi emosi: B-Universe.

Di dalam grup itu antara lain ada BeritaSatu.com, ada BTV, Investor Daily, Jakarta Globe, dan banyak lagi yang saya tidak hafal semua.

Kolaborasi itu sangat longgar. Tidak terkait persahaman. Tidak pula saling suntik dana. Kolaborasinya di tingkat operasional.

Saya terlambat tahu: grup Berita Satu ternyata sudah bukan milik grup Lippo lagi. Sudah dijual total.

Disway, sekarang ini, sudah berkembang sampai 260. Yang terbaru: Disway IKN –di ibu kota Nusantara. Begini penjelasan Dahlan Iskan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News