29,6 Persen Profesional Ingin Indonesia jadi Negara Islam
jpnn.com, JAKARTA - Alvara Research Centre dan Mata Air Foundation merilis sebuah survei yang mengungkap bahwa radikalisme telah masuk ke kalangan kelas menengah dan terdidik, yang sewaktu-waktu bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan keutuhan Negara Kasatuan Republik Indonesia.
“Aparatur negara dan kelompok pekerja di BUMN mulai terpapar ajaran-ajaran intoleransi. Penetrasi ajaran-ajaran intoleransi yang anti-Pancasila dan NKRI di kalangan profesional masuk melalui kajian-kajian keagamaan yang dilakukan di tempat kerja,” kata CEO Alvara, Hasanuddin Ali, saat memaparkan hasil surveinya, di Jakarta, Senin (23/10).
Survei dilakukan terhadap 1.200 responden di enam kota besar Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Profesional yang menjadi responden adalah kalangan PNS, swasta, dan juga BUMN. Survei dilakukan pada tanggal 10 September hingga 5 Oktober melalui wawancara tatap muka.
Dalam hasil survei itu diketahui bahwa relasi antara agama dan negara dalam persepsi kepemimpinan, ada 29,7 persen yang tak mendukung pemimpin nonmuslim. Dari jumlah itu, 31,3 persen adalah golongan PNS, 25,9 persen swasta dan 25,9 persen karyawan BUMN. Untuk isu perda syariah, sebanyak 27,6 persen profesional mendukung karena dianggap tepat mengakomodir kalangan mayoritas.
“Dari jumlah ini, PNS yang mendukung perda syariah sebanyak 35,3 persen, swasta 36,6 persen. Sementara yang menyatakan perda syariah tak tepat karena membahayakan NKRI adalah sebanyak 45,1 persen,” ujar Hasanuddin.
Untuk Pancasila sebagai ideologi negara, mayoritas profesional sebanyak 84,5 persen ,enyatakan Pancasila sebagai dasar negara yang tepat bagi negara Indonesia. Sedangkan 15,5 persen menyatakan ideologi Islam yang tepat. "Namun menariknya, PNS yang menyatakan ideologi Islam yang tepat di Indonesia ada sebanyak 19,4 persen, jauh lebih besar dibanding swasta 9,1 persen dan BUMN 18,1 persen," tutur Hasanuddin.
Dia menjelaskan lagi, sebanyak 29,6 persen profesional setuju bahwa negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan Islam secara kafah alias sempurna. Namun ketika dipersempit dengan khilafah sebagai bentuk negara, profesional yang setuju khilafah sebanyak 16 persen dan 84 persen menyatakan yang ideal adalah NKRI.
"Dalam soal jihad untuk tegaknya agama Islam, mayoritas profesional tak setuju berjihad. Namun tak bisa diabaikan juga bahwa ada 19,6 persen profesional yang setuju bahkan ini lebih banyak PNS dibanding yang BUMN maupun swasta," imbuh Hasanuddin.
Radikalisme telah masuk ke kalangan kelas menengah dan terdidik.
- BNPT & PNM Kerja Sama Cegah Radikalisme lewat Pemberdayaan Ekonomi
- Fadli Zon Singgung Kemerdekaan Palestina di Forum Parlemen Negara-Negara Islam
- Kepala BNPT: RAN PE Masih Perlu Dilanjutkan
- LPOI dan LPOK Ingatkan untuk Mewaspadai Metamorfosa Gerakan Radikalisme dan Terorisme
- Pakar Terorisme Sebut Kelompok Radikal Mulai Memakai AI untuk Menyebarkan Ideologi
- Soroti Kemiskinan di Negara Islam, Indonesia Desak OKI Ambil Tindakan