4 dari 5 Warga Australia Pura-pura Menyukai Kado Natal yang Diterimanya
Minggu, 28 Desember 2014 – 15:01 WIB
Survey terbaru menunjukan 23 persen rumah tangga di Australia tampaknya akan menghadiahkan kembali kado natal yang tidak mereka inginkan.
Dalam laporan dari Survey Langsung ING yang mensurvey 1,015 rumah tangga menunjukan sebagian dari rumah tangga di Australia cenderung menghadiahkan kembali kado natal yang tidak mereka sukai. Hal ini dilakukan baik oleh generasi muda maupun keluarga yang memiliki anak. Di Australia Barat ada 17 persen rumah tangga yang mengaku biasa menghadiahkan kembali kado Natal mereka, sementara di NSW kecenderungan ini dilakukan oleh 23 persen keluarga. Di jejaring sosial seperti Facebook banyak terungkap kisah-kisah lucu mengenai kebiasaan menghadiahkan kembali kado natal yang tidak mereka inginkan. Misalnya seorang teman memutuskan menghadiahkan kembali kado pernikahan yang masih terbungkus rapi dari orang yang tidak mereka kenal, tanpa diketahui pemberi hadiah itu menempelkan kartu dan pesan didalam kado tersebut. Rasa malu baru mereka rasakan ketika menerima surat ucapan terima kasih. Sementara warga yang lain mengaku menerima kado kotak P3k yang pernah dia hadiahkan kepada salah seorang anggota keluarganya satu tahun sebelumnya. Sebuah riset menunjukan 4 dari 5 warga Australia akan berpura-pura menyukai kado yang tidak mereka inginkan dari pada berterus terang dan menyakiti perasaan pemberinya dengan mengaku mereka tidak menyukai hadiah tersebut. Perilaku ini cenderung lebih banyak dilakukan kalangan wanita ketimbang pria. Sementara pria dua kali lebih mungkin dibandingkan wanita untuk mengatakan langsung mereka tidak suka kadonya dan bertanya bisakah kado itu diganti. Pakar Sosiologi Budaya dari Universitas Murdoch, Barbara Evers mengatakan alasan wanita lebih mungkin berpura-pura untuk menyukai kadonya adalah karena umumnya wanita lebih cenderung memilih menghindari konfilk. "Perempuan disosialisasikan dengan gender yang lebih bisa menyesuaikan diri, terutama ketika orang memberikan hadiah, dimana wanita lebih cenderung untuk mengatakan 'wah bagus sekali kadonya', dan dipihak lain perempuan masih dibesarkan dengan peran gender yang berbeda," "Saya pikir sementara laki-laki kurang memiliki stigma sosial mengenai hal itu, sekali lagi kecenderungan sikap itu tidak terlepas dari bagaimana gender mereka disosialisasikan - dimana bagi laki-laki mereka kurang tidak terlalu menanggung dampak sosial jika mengaku mereka tidak menyukai sesuatu." "Kondisinya jauh lebih sulit bagi perempuan untuk mengatakan 'tidak, saya tidak suka itu!" karena kita masih dibesarkan untuk merasa lebih empati kepada orang yang memberikannya. Stigma sosial mendorong perempuan untuk memikirkan dan mempertimbangkan seluruh upaya yang telah dilakukan sang pemberi hadiah untuk mengirimkan kado kepadanya mulai dari memilihnya, membungkusnya dan mengantarkannya dan akibatnya perempuan menjadi enggan untuk berterus terang mengaku tidak menyukai kado tersebut. "Ibuku memberi saya beberapa saran yang sangat bijak ketika aku pertama kali menikah, awalnya saya diminta berpura-pura menyukai cincin yang diberikan pasangan, tapi setelah itu kita bisa meminta untuk mengganti cincin itu dengan mengatakan,' sayang, cincin ini indah sekali, tapi lain kali bisakah kita pergi bersama-sama ketika membeli perhiasan?," mengubahnya dan mengatakan 'itu indah madu, tapi kali harus kita pergi bersama-sama untuk membeli perhiasan?."
Baca Juga:
Survey terbaru menunjukan 23 persen rumah tangga di Australia tampaknya akan menghadiahkan kembali kado natal yang tidak mereka inginkan. Dalam
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat