5 Tahun Program Jalur Sutra, 8 Negara Masuk Jebakan Tiongkok
jpnn.com - Bagi negara-negara berkembang, sulit untuk tidak tergiur dengan tawaran Tiongkok. Lewat Belt and Road Initiative (BRI), Negeri Panda itu rela mengeluarkan USD 150 miliar atau Rp 2 ribu triliun setiap tahun.
Pengeluaran gila-gilaan itu realisasi obsesi Presiden Xi Jinping membangkitkan kejayaan Jalur Sutra Tiongkok. Jalur Sutra mengacu pada jalur perdagangan masa lampau melalui Asia yang menghubungkan Timur dan Barat.
Pada 2013, Xi mengusung program One Belt One Road (OBOR) Initiative. Program itu bertujuan membangun sistem perdagangan internasional yang terkoneksi. Baik melalui jalan darat dari Tiongkok ke Eropa dan sebaliknya. Maupun jalur laut dari Tiongkok ke kawasan Asia dan Afrika (lihat grafis).
Karena itu, program yang berganti nama menjadi BRI pada 2016 itu fokus untuk membantu pendanaan proyek-proyek infrastruktur di berbagai negara. Mulai pembangunan jalan nasional, jaringan rel kereta api, hingga pelabuhan. Industri energi pun ikut didanai untuk mengembangkan industri di negara-negara dalam sistem.
”BRI menyediakan sesuatu yang dibutuhkan banyak negara, pendanaan proyek infrastruktur,” ujar John Hurley, salah seorang penulis riset Center for Global Development, seperti dikutip Foreign Policy.
Dari 68 negara yang menjalin kerja sama dengan Tiongkok lewat BRI, 33 negara punya peringkat investasi B atau bahkan tanpa peringkat. Sepuluh di antaranya merupakan negara kaya aset seperti Brunei Darussalam dan Iran. Atau belum punya utang publik banyak seperti Timor Leste.
Artinya, 23 negara lainnya yang masuk program BRI punya potensi untuk terlilit utang. Nah, setelah lima tahun BRI berjalan, ada delapan negara dengan risiko krisis finansial paling tinggi.
Yakni, Pakistan, Maladewa, Montenegro, Laos, Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan, dan Tajikistan. Mereka itulah yang disebut masuk ”jebakan Tiongkok” lewat iming-iming proyek infrastruktur tadi.