59 Persen Pelaku e-Commerce Berjualan di Media Sosial

Selain itu, lanjut Aulia, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial diberlakukannya kebijakan tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM).
’’Penerapan aturan perpajakan tersebut diperlukan untuk mendorong UMKM offline bertransformasi menjadi UMKM online, memudahkan pemungutan pajak di masa datang, sekaligus meningkatkan efisiensi dan daya saing UMKM mikro di Indonesia,’’ jelas Aulia.
Di sisi lain, Ketua Bidang Pajak Cybersecurity Infrastruktur idEA Bima Laga membeber pentingnya aturan yang dibuat untuk media sosial.
Menurut dia, jika aturan mengenai pajak e-commerce keluar lebih dulu, fenomena shifting akan terjadi dan bisa mengakibatkan kerugian.
’’Dengan begitu, PMK menjamin level playing field. Ditjen Pajak juga perlu melakukan enforcement bagi kanal lainnya, yaitu pelaku bisnis di media sosial dan marketplace offline,’’ ujar Bima.
Berdasar survei idEA terhadap 1.800 responden di sebelas kota besar, hanya 16 persen pelaku e-commerce yang berjualan di marketplace.
Adapun yang berjualan di media sosial seperti Facebook dan Instagram mencapai 59 persen. Selebihnya berjualan di platform lain atau website sendiri.
Survei tersebut menunjukkan bahwa perdagangan online di media sosial jauh lebih banyak dibandingkan marketplace.
RPMK Pajak E-Commerce dinilai bisa memengaruhi pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia
- Waspada, Modus Penipuan Unlock IMEI
- Warga Jateng Antusias Bayar Pajak Kendaraan, 3 Hari Tembus Rp 28 Miliar
- Meta Kembangkan Instagram Khusus iPad? Patut Ditunggu!
- Gubernur Luthfi Cek Samsat, Ada Penghapusan Tunggakan Pajak Hingga 10 Tahun
- Momen Lebaran, Gubernur Harum Beri 3 THR Spesial Untuk Rakyat Kaltim
- Video Reels di Instagram Sudah Bisa Dipercepat, Begini Caranya