7 Fakta Penerapan Belajar di Rumah yang Perlu Diperhatikan Para Guru

7 Fakta Penerapan Belajar di Rumah yang Perlu Diperhatikan Para Guru
Salah satu siswa Sekolah Pribadi Depok belajar daring di rumah. Foto: I stimewa for JPNN.com

Proses pembelajaran di sekolah seharusnya tidak disamakan dengan jam belajar di sekolah. Tidak kaku menerapkan jam pertama sampai trerakhir.

Padahal mayoritas ganti jam, ganti mata pelajaran, berarti dapat tambahan tugas baru yang tak kalah berat Padahal tugas sebelumnya belum selesai dikerjakan para siswa.

4. Tidak memiliki kuota dalam pembelajaran daring terutama untuk pengadu yang kepala keluarganya merupakan pekerja upah harian.

Pembelajaran daring ternyata juga dikeluhkan oleh anak-anak dari keluarga kurang mampu. Ada sopir ojek online (ojol) yang memiliki 3 anak (2 di jenjang SD dan 1 di jenjang SMA) kewalahan dalam membeli kuota internet. Sedangkan penghasilan sebagai ojol menurun drastis.

Seorang guru di Yogjakarta juga menceritakan pembelajaran daring dengan para siswa hanya bisa dilakukan pada minggu pertama belajar di rumah.

Setelah itu sudah tidak bisa lagi karena orang tua peserta didiknya tidak sanggup lagi memberli kuota internet.

5. Tidak memiliki laptop/komputer PC sehingga kesulitan ujian daring yang akan dilaksanakan akhir April-Mei 2020 oleh sebagian siswa dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi;

"Ada anak supir ojol yang mengaku gantian menggunakan handphone dengan ayahnya. Kalau siang dipakai bekerja, jadi malamnya baru bisa digunakan si anak untuk mengerjakan tugas dari gurunya," ungkap Retno.

KPAI menerima ratusan pengaduan terkait pelaksanaan Belajar di Rumah untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News