8 Ribu Orang Berebut Flat yang Dikelola Pemda
Masalahnya, antrean flat tersebut selalu tergeser warga yang terdampak penertiban. Kebanyakan berasal dari rumah-rumah semipermanen di pinggir rel dan bantaran sungai. Pemkot menyediakan unit flat itu untuk relokasi.
Politikus PAN tersebut meminta segera dicarikan solusi untuk permasalahan itu. Ghofar melihat tingginya angka antrean merupakan potensi bagi pemkot untuk menata kota.
Hunian vertikal memang menjadi solusi sehat bagi warga yang tinggal di kota padat.
"Harusnya prioritas anggaran itu ke pembangunan flat. Sudah jelas yang butuh sebanyak itu," tutur politikus dari dapil 4 (Kecamatan Gayungan, Jambangan, Sawahan, Sukomanunggal, Wonokromo) tersebut.
Anggota Komisi A Luthfiah juga mendapat keluhan yang sama saat reses. Menurut dia, tingginya angka antrean flat tersebut mencerminkan bahwa warga kota kesulitan mendapatkan tempat tinggal di kota sendiri.
"Mereka enggak mampu beli rumah di Surabaya. Lha wong harganya mahal banget," ucapnya.
Kepala DPBT Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu mengungkapkan, pihaknya tidak bisa melarang warga untuk mengajukan permohonan tinggal di flat.
Sebab, hal tersebut sudah menjadi hak warga. Di sisi lain, pembangunan flat-flat baru membutuhkan waktu dan anggaran yang besar.
Pemkot membangun flat setiap tahun, tapi antrean warga tidak berkurang sedikit pun.
- Sukses Gelar Sayembara, Jotun & Kementerian PUPR Kumpulkan Ratusan Desain Rusun Perkotaan
- DPRD Minta Wisma Atlet Difungsikan untuk Tampung Warga Kampung Bayam
- Saat Sekjen PDIP Bagikan Telur kepada Warga dan Bandingkan dengan Program Susu Prabowo
- Sindir Heru Budi yang Belum Izinkan Warga Tempati Kampung Susun Bayam, Anies: Tega Sekali
- Perumnas Luncurkan Tower Apartemen Baru di Medan
- Imbas Atap Rusun Roboh, Sebanyak 451 KK Warga Marunda Bakal Direlokasi