94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman

94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman
Perempuan-perempuan di NU memiliki peranan penting dalam mengubah anggapan Muslim Indonesia yang konservatif. (Koleksi: Fatayat NU DIY)

"Sekarang sudah sangat maju, banyak sekali topik yang dibicarakan yang melampaui isu kesejahteraan sosial perempuan. Isu kekerasan dalam rumah tangga yang dulu nggak pernah ada tempatnya, sekarang lantang disuarakan," katanya.

"Nahdlatul Ulama dan organisasi perempuannya serta nilai-nilai yang diturunkannya, menurut saya telah berperan dalam mencetak perempuan yang punya kapasitas dan kapabilitas," kata Rahayu.

"Dengan sendirinya, sentimen anti-feminisme atau perempuan haram menjadi pemimpin menjadi tidak lagi relevan."

Meski demikian, akademisi FISIPOL Universitas Gadjah Mada, Luqman-nul Hakim, menilai sulit untuk melihat relevansi gerakan perempuan yang berafiliasi dengan ormas, termasuk NU.

"[Hal ini karena] umumnya dinamika mereka sangat tergantung pada posisi NU dengan pemerintah yang juga berubah-ubah, dan belum tampil sebagai gerakan yang memiliki agenda yang solid serta tujuan-tujuan jangka panjang," kata Luqman.

Fatwa ulama perempuan

Tetapi kiprah perempuan NU juga tidak berhenti hanya di ranah elit politik.

Para aktivis perempuan yang berakar di Nahdlatul Ulama juga berperan besar menggelar Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017.

KUPI yang berlangsung di Cirebon dihadiri setidaknya 1.200 ulama dan cendekia perempuan dari Indonesia dan mancanegara, serta menelurkan tiga fatwa.

Dalam perjalanannya selama 94 tahun, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia terus berupaya mengembalikan identitas Muslim yang moderat dan toleran, meski kadang menimbulkan kontroversi

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News