94 Tahun Nahdlatul Ulama: Perempuan NU Menjawab Tantangan Zaman
Kesulitan ini juga diakui oleh Rahayu.
"Sebagian besar aktivis masih menganggap politik itu kotor dan bukan ruang perjuangan yang menarik karena harus sikut-sikutan. Banyak perempuan merasa tidak nyaman, mereka menganggap ruang [politik] ini sangat maskulin," Rahayu menjelaskan.
Padahal, menurut Ida, meskipun tidak harus berujung pada politik praktis, penting untuk terlibat dalam politik.
"Karena politik adalah salah satu jalan untuk kemaslahatan. Seperti pesan Gus Dur, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan."
"Jadi sebaiknya para aktivis tidak menggarisbawahi politiknya, tapi bagaimana politik itu bisa membawa kemakmuran, kesejahteraan, kemaslahatan bagi masyarakat," kata Ida.
Gerakan perempuan NU juga dipandang Luqman berpotensi menjadi gerakan perempuan yang riil dengan basis sosial yang kuat.
"Salah satu kuncinya terletak pada leadership dan kerja politik yang konkret untuk mengadvokasi isu-isu di masyarakat melalui mekanisme demokrasi. Tidak seperti politisi perempuan 'terdidik-modern' yang tidak mengerjakan politik riil selain pencitraan," tutup Luqman.
Dalam perjalanannya selama 94 tahun, Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia terus berupaya mengembalikan identitas Muslim yang moderat dan toleran, meski kadang menimbulkan kontroversi
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Video Viral Ridwan Kamil soal Nafkahi Janda, Jubir Bantah Begini
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Chief Human Capital Officer ACC Raih Indonesia Most Powerful Women Awards 2024
- Gegara Kelakar soal Janda, Ridwan Kamil Dinilai Merendahkan Perempuan
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati