Abu Fida Ubah Masjid Jadi Kos Teroris
jpnn.com - SURABAYA - Sejak penggeledahan oleh anggota Densus 88 Anti Teror Kamis (14/8) lalu, rumah Saifuddin Umar alias Abu Fida terduga teroris yang disebut-sebut berafiliasi dengan ISIS di Jalan Sidotopo Lor No. 70A terlihat sepi. RUmah yang dulunya dimiliki oleh ayah pelaku bernama Haji Umar Ibrahim tersebut tak terlihat adanya aktivitas dari penghuni rumah hingga siang kemarin (15/8).
Pantauan Jawa Pos hingga tadi malam, rumah masih dalam kondisi tertutup rapat. Toko yang terletak di depan rumah yang biasanya buka pun tidak melayani pembeli seperti biasanya. Menurut seorang penjual rokok yang lapaknya berada persis di depan toko korban mengatakan toko tidak buka sejak kemarin.
Toko yang menjual obat dan menyediakan peralatan tulis sekolah dan pramuka itu memang tak selalu buka setiap hari. Namun, perempuan paro baya yang biasa dipanggil Umi itu menyebutkan toko biasanya buka sekitar pukul 07.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Kemudian baru buka lagi setelah maghrib hingga pukul 20.00 WIB. "Bukanya tidak pasti. Tapi biasanya pagi lalu siang tutup. Malam baru buka lagi. Jualannya obat-obat tradisional. Ada alat-alat tulis juga. Api hari ini tidak buka sama sekali," cerita Umi.
Sementara itu Agus Jadiono, tetangga samping Abu Fida, menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir baik Syaifuddin dan Umar tidak pernah terlihat bersembahnyang di Masjid Al-Ihsan Sabilillah. "Saya tidak pernah lihat dua orang tersebut salat di Masjid sini. Entah alasannya kenapa," tutur Agus
Penelusuran Jawa Pos pun menuju pada Masjid Al-Ihsan Sabilillah yang dahulu pernah dipimpin langsung oleh Haji Umar dan sering digunakan beraktivitas oleh Abu Fida. Masjid berlantai empat yang terletak di jalan Sidotopo IV 343 A Surabaya itu bahkan disinyalir pernah menjadi pusat aktivitas tokoh-tokoh teroris kondang di Tanah Air.
Merasa resah terhadap kegiatan mencurigakan didalamnya apalagi setelah digerebek oleh tim Densus 88, warga pun mengambil alih kepengurusan masjid dari tangan Haji Umar pada 2009. Semenjak masjid diambilalih itu Abu Fida maupun Umar tak pernah lagi menginjakkan kakinya di Masjid tersebut.
Salat jumatan kemarin jamaah masjid tersebut cukup penuh. Dua lantai yang digunakan salat jumat berjamaah seluruh safnya terpenuhi. Ditemui Jawa Pos setelah salat Jumat, anggota takmir membenarkan bahwa masjid itu pernah di pegang oleh haji Umar sejak 1997.
Namun, karena keresahan warga memuncak, mereka memilih Suparno menjadi ketua Takmir baru. Suparno yang sebelumnya menjadi Ketua RW dua periode dan sebagai penasihat RW dipercaya mengelola masjid. "Alhamdulillah, saya hanya mengikuti permintaan warga menjadi takmir," ujar pria baya asal Madiun itu
Suparno, 61, Ketua Takmir Masjid bersama empat anggota takmir seirama mengatakan tidak pernah lagi melihat Abu Fida maupun Haji Umar salat di masjid itu. "Sejak 2009 kami tidak pernah mendapati dua orang itu mendatangi masjid seperti yang diungkapkan warga sebelumnya. Entah kenapa alasan mereka, padahal kami tidak melarangnya," ungkap Suparno.
Suparno pun kembali menceritakan kilas balik masjid yang pernah disalahgunakan oleh Abu Fida bersama jaringannya. Lima tahun yang lalu warga sering mendapati masjid didatangi oleh sejumlah tamu asing. Mereka biasanya menginap di lantai dua masjid. "Setahu saya mereka sering beraktivitas di lantai dua masjid. Disitu ada ruangan yang biasanya untuk memasang komputer dan meja tulis. Tapi sekarang telah kami jadikan gudang," ujar Suparno.
Sedangkan salah seorang anggota takmir pun menimpali beberapa tamu Abu Fida yang pernah datang tergolong pintar teknologi. Kala itu salah seorang tamu asing itu bisa membetulkan komputer dia yang rusak. "Saya kira teman-teman Abu Fida tersebut bukan hanya orang biasa tapi pintar-pintar berkeahlian," ujar anggota takmir yang tak menyebutkan namanya itu.
Masjid tersebut juga pernah didatangi oleh Ustadz Abu Bakar Baa"syir yang memberikan materi pengajian. Agus Jadiono pun membenarkannya lantaran pernah satu kali turut hadir dalam tausiyah yang dipimpin oleh Ustadz asal Ponpes Ngruki itu. "Saya pernah ikut satu kali tapi saya takut ikut lagi. Pengajiannya tidak menentramkan hati saya. Seingat saya pengajian biasanya pada minggu malam atau malam senin dan saat itu Abu Bakar Baa"syir sempat didatangkan," cerita Agus.
Warga sekitar yang lain pun enggan mengikuti pengajian tersebut lantaran materi pengajian yang meresahkan. Kala itu, di depan masjid juga kerap dipampang poster propaganda. "Dulu sering terpasang tulisan peringatan keras yang bikin resah. Contohnya seperti perayaan Maulud bid"ah atau haram dan lain-lainnya," tambah Agus.
Saat ini, masjid dikuasai penuh oleh warga. Masjid yang didirikan sejak 1997 itu hanya digunakan dan kegiatan belajar TPQ untuk anak-anak yang dikelola oleh warga sendiri. "TPQ pun sudah kami kelola sendiri. Kami khawatir bila mempercayakan dari warga luar. Biasanya kegiatan anak-anak TPQdi lantai dua," ujar Suparno.
Pensiunan PJKAI itu menunjukkan kepada Jawa Pos satu per satu sudut ruangan masjid berlantai empat itu. Lantai satu biasa digunakan untuk salat berjamaah. Suparno menunjukkan ruangan kecil dekat balkon yang pernah dipakai seperti kantor oleh Abu Fida bersama komplotannya sebelum dibekuk densus.
Sementara itu lantai tiga kondisinya juga masih porak poranda. Sejak dipegang lima tahun yang lalu renovasi tak lagi dilanjutkan. Di lantai tersebut tampak berserakan material pembangunan seperti asbes, kayu, kusen jendela, potongan keramik, besi dan lain-lain. Ada juga kereta keranda jenasah yang terparkir dan tertutup kotoran debu. Lantai pun sebagian besar masih berupa semen beton.
Lain halnya di lantai empat, yang terlihat lebih rapi dan hampir jadi. Sebagian besar lantainya pun sudah berkeramik namun tampak hitam tertutup debu tebal. Disisi selatan ternyata terdapat ruangan berukuran sekitar 7x4 Meter yang telah tersekat-sekat menyerupai ranjang tidur pondok pesantren. Namun, Suparno mengaku tidak mengetahui persis hendak dijadikan apa ruangan tersebut. "Saya Kurang tahu. Tapi bentuknya memang seperti ranjang bertingkat," ujar Suparno.
Di sisi utara terdapat ruangan yang dari ukuran luasnya menyerupai bangunan kamar mandi yang belum terselesaikan. Sedangkan sampingnya terdapat ruangan yang telah permanen seperti kantor. "Pintunya masih terkunci mas. Belum pernah kami membukanya. Kemungkinan pintu itu juga dipakai sebagai kantor," terang Suparno. Sedangkan kedua sisi tersebut dipisahkan ruangan tengah yang yang cukup luas.
Diatas lantai empat terlihat kubah bercatkan kuning emas dan pintu menara masjid. Di sekitarnya juga ada sejumlah tendon cadangan air. Suparno memang membenarkan pihaknya tidak lagi meneruskan proyek renovasi yang dijalankan Umar sebelumnya khususnya lantai tiga dan empat masjid.
Takmir hanya fokus menata lantai satu dan dua yang sering dipakai salat dan pengajian TPQ. Sehingga kondisi lainnya tetap mangkrak dan tidak berubah semenjak pertama ditinggalkan oleh Umar. "Kami belum lanjutkan renovasi. Kami masih kumpulkan dana jariyah masjid untuk melanjutkan," akunya. (shy/kim)
SURABAYA - Sejak penggeledahan oleh anggota Densus 88 Anti Teror Kamis (14/8) lalu, rumah Saifuddin Umar alias Abu Fida terduga teroris yang disebut-sebut
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Berdemonstrasi di Kedubes AS, Aktivis Tolak Campur Tangan Asing dalam PSN dan Urusan Papua
- Perekaman KTP Elektronik dan IKD Tertinggi, Kaltim Diganjar Penghargaan Kemendagri
- Disertasi Bahlil Lahadilia Tuai Polemik Perihal Pencatutan Nama JATAM
- Hendak Amankan Situasi di Teluknaga Tangerang, Pihak Kepolisian Malah Dilempari Batu
- BAZNAS Sulsel Wujudkan Tata Kelola ZIS dan DSKL yang Transparan
- Jadi Peserta TASPEN, Jokowi Terima Manfaat Pensiun dan THT