Ada Buzzer Terlibat, Kasus Sengketa Tanah di Cakung Dinilai Penuh Rekayasa
jpnn.com, JAKARTA - Kasus sengketa tanah di wilayah Cakung, Jakarta Timur yang melibatkan Benny Tabalujan dan Abdul Halim dinilai penuh rekayasa. Benny selaku pemilik sah tanah justru digambarkan sebagai pihak yang salah.
Demikian disampaikan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar. "Menurut saya ini adalah rekayasa," ujar Haris di Jakarta, Minggu (8/11).
Rekayasa dapat dilihat dari sikap pihak Abdul Halim yang memaksakan kasus ini masuk ke ranah pidana dengan tuduhan pemalsuan surat mekanisme internal di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Dibilang itu palsu. Kan yang bisa bilang itu palsu atau bukan ya BPN. Kalau itu bagian dari prosedurnya BPN ya berarti bukan palsu. BPN sendiri juga tidak pernah bilang itu palsu," tutur dia.
Ironisnya, pihak penegak hukum malah menjadikan Benny Tabalujan sebagai tersangka pemalsuan dokumen tanah.
Selain dituduh memalsukan tanah, pihak Abdul Halim pun kemudian diduga mengerahkan buzzer-buzzer untuk "membunyikan" kasus pidana ini di media sosial.
Abdul Halim dipersonifikasikan sebagai orang miskin yang tanahnya diambil. Tapi menurut Haris, kalau memang Abdul Halim miskin, dia tak mungkin bisa membayar buzzer-buzzer itu.
"Buzzer-buzzer itu kan kalo nggak ada duitnya pasti tidak akan jalan dan ini kontradiktif, di mana Abdul Halim digambarkan sebagai orang miskin," tanyanya. "Abdul Halim mengurus kiri-kanan dan terorganisir dengan baik, duit dari mana dia?" imbuh Haris.
Kasus sengketa tanah di wilayah Cakung, Jakarta Timur yang melibatkan Benny Tabalujan dan Abdul Halim dinilai penuh rekayasa
- Ahli Hukum Sebut Penggugat Tanah di Daan Mogot Tak Punya Legal Standing
- Begini Tampang Pelaku Penganiayaan Karyawan Toko Roti, Mengaku Khilaf
- Ketakutan, Anak Bos Toko Roti Penganiaya Karyawan Diciduk Polisi
- Bos Toko Roti Penganiaya Karyawati di Cakung Ditangkap di Hotel
- Teka-Teki Kepemilikan SHGB 991: 3 Sengketa Berkembang Makin Pelik, Seorang Notaris Jadi Tersangka
- Anak Anggota DPRD Banten Terlibat Kasus Penganiayaan Sekuriti