Ada Musuh di Selimut Separtai
Senin, 19 Januari 2009 – 20:05 WIB
Syahdan, wabah musuh dalam selimut, walau bukan generalisasi, berkecamuk di “kapal” partai kontestan Pemilu 2009. Ketika sesama calon anggota legislatif (caleg) dari satu partai saling jor-joran dengan cara pubertas, akan membenarkan tesis bahwa ada sesuatu yang “salah” dalam partai politik di negeri ini. Padahal, antarsopir bus kota di Jakarta saja punya kode “etik”: sesama bus kota dilarang saling mendahului. Padahal, mereka yang serumah politik itu sedang berlayar menuju “pulau” Pemilu 2009. Tetapi jika seorang bertugas menambal lambung kapal yang bocor, sementara yang lain membocori lambung di titik lain, alamat kapal akan tengelam. Tragis. Semua penumpang kapal akan ikut megap-megap, dan mungkin ada yang tewas berkubur di laut sebelum sempat menginjak daratan.
Keluhan Fahri Hamzah dan Budiman Sudjatmiko, dua caleg DPR RI pekan-pekan silam, seperti ditulis sebuah suratkabar mengkonfirmasikan gejala negatif pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merayakan suara terbanyak menjadi king maker menangnya seorang caleg, dan bukan nomor urut. Fahri, tokoh muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengistilahkannya dengan “saling tebang bendera” di internal partai.
Ibarat sebuah keluarga di satu rumah, saling curiga satu sama lain. Ini “bom waktu” yang rawan meledak, karena yang serumah pasti tahu kelemahan masing-masing. Jika sang ayah seorang koruptor, dan kemudian di-“halo-halo”-kan anaknya berkeliling kota, maka KPK pun diam-diam bisa menyelidik, sebelum menyidik. Sang anak yang emosional, belakangan menyesal, karena bagai memercik air di dulang, kepercik wajah sendiri.
Baca Juga: