Ada Poin di Surat Telegram Kapolri yang Dianggap Membatasi Kebebasan Pers

Ada Poin di Surat Telegram Kapolri yang Dianggap Membatasi Kebebasan Pers
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Kepoliian Nasional (Kompolnas)  Poengky Indarti menyebutkan, surat telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021, sebanyaknya bersifat internal. Namun, dalam prakteknya surat itu akan merembet ke sisi eksternal.

"Ini ternyata berdampak pada eksternal, khususnya jurnalis," kata Poengky dalam keterangan resminya kepada awak media, Selasa (6/4).

Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jawa Timur itu mengaku sudah membaca seluruh isi surat telegram.

Pada dasarnya, surat itu bertujuan menjaga prinsip presumption of innocent, melindungi korban kasus kekerasan seksual, anak yang menjadi pelaku kejahatan, dan materi penyidikan agar tidak terganggu.

Namun, kata Poengky, pertentangan terlihat dari poin pertama surat telegram yang membahas larangan meliput tindakan kekerasan dan arogansi polisi. 

"Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap membatasi kebebasan pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik," ujar eks Kepala Divisi Kampanye KontraS itu.

Poengky pun menyarankan surat telegram Jenderal Sigit bisa direvisi. Khususnya di poin kontroversial yang berpotensi membatasi kebebasan pers.

"Khususnya poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut," beber dia.

Kompolnas  Poengky Indarti menyebutkan, surat telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berdampak pada kalangan pers.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News