Ada Politikus yang Sengaja Memanfaatkan Agama dan Radikalisme
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid menyebut, penganut radikalisme muncul karena adanya politisasi agama yang dilakukan kaum antipemerintah.
Dia menduga kelompok ini menjadi alat politik untuk mengumpulkan kekuatan sebagai oposisi pemerintah.
"Jadi, patut diduga ada simbiosis mutualisme antara politikus yang mempolitisasi agama dengan kekuatan gerakan radikal," ujar Ahmad Nurwakhid saat menjadi pembicara dalam acara 'Seruput Kopi' bersama pegiat media sosial Eko Kuntadhi, Jumat (26/3).
Menurut Ahmad, radikalisme sering kali mengatasnamakan agama, bahkan bukan monopoli satu agama tertentu.
Radikalisme juga sering dipicu sikap intoleransi, kemiskinan dan kebodohan, pemahaman agama yang tidak benar, ketidakadilan sosial, ketidakpuasan politik, hingga rasa benci dan dendam.
“Karakteristik kaum radikal terlihat dari sikap intoleransi, ekslusif, klaim kebenaran, merasa dizalimi, hingga playing victim,” ucapnya.
Ahmad menegaskan radikalisme merupakan musuh agama dan negara.
Sebab, gerakan radikalisme merusak agama di satu sisi karena bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai beragama.
Penganut radikalisme muncul karena adanya politisasi agama yang dilakukan kaum antipemerintah.
- Cegah Teror Saat Natal, Polri Sterilisasi Seluruh Tempat Ibadah
- BNPT Beri Sertifikat ke-16 Pengelola Objek Vital soal Pencegahan Terorisme
- Tinjau Program Sekolah Damai di SMAN 13 Semarang, Kepala BNPT Beri Pujian
- BNPT & PNM Kerja Sama Cegah Radikalisme lewat Pemberdayaan Ekonomi
- BNPT Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Cegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
- Peringati Hari Pahlawan, Yayasan Gema Salam Wujudkan Semangat Nasionalisme