Ada Politikus yang Sengaja Memanfaatkan Agama dan Radikalisme
Selain itu, radikalisme yang menginginkan perubahan secara inkonstitusional adalah ancaman tersendiri bagi negara.
“Dari paham radikalisme ini pula lahir terorisme. Terorisme itu hilirnya, sementara radikalisme itu hulu. Semua teroris berpaham radikal, tetapi tidak semua radikal akan jadi teroris,” ucapnya.
Untuk itu, Ahmad meminta masyarakat waspada dan jangan takut. Karena ketakutan yang diharapkan terorisme dan radikalisme.
Pada kesempatan yang sama, mantan Komandan Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan menyebut radikalisme adalah politik berkedok agama dengan bentuk organisasi sebagai alat propaganda.
Pernyataan pendiri NII Crisis Center ini tidak lepas dari pengalamannya sebagai mantan komandan NII.
“Saat itu, bisa dikatakan saya mabuk agama. Mengkaji kitab suci sesuai kebutuhan. Misalnya, menghalalkan segala cara untuk menghimpun dana atas nama agama,” ucapnya.
Ken juga menyebut gerakan radikalisme cukup subur pada masa sebelum Joko Widodo menjabat sebagai presiden.
Dia menyinggung soal eksistensi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Penganut radikalisme muncul karena adanya politisasi agama yang dilakukan kaum antipemerintah.
- Cegah Teror Saat Natal, Polri Sterilisasi Seluruh Tempat Ibadah
- BNPT Beri Sertifikat ke-16 Pengelola Objek Vital soal Pencegahan Terorisme
- Tinjau Program Sekolah Damai di SMAN 13 Semarang, Kepala BNPT Beri Pujian
- BNPT & PNM Kerja Sama Cegah Radikalisme lewat Pemberdayaan Ekonomi
- BNPT Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Cegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
- Peringati Hari Pahlawan, Yayasan Gema Salam Wujudkan Semangat Nasionalisme