Ada yang Sejak 1949 Telateni Kopi

Ada yang Sejak 1949 Telateni Kopi
TELATEN - Setiap hari antara pukul 06.00-21.00 WIB, Michael Tjipto Martojo telah siap di belakang meja Eva Coffee House, untuk mengaudit keuangan dan stok barang. Foto: Pratono//Radar Semarang.
Pada 1954 Tjipto dan Sunarti mendirikan sebuah warung di tepi jalan raya Bedono yang menghubungkan Semarang dengan Jogjakarta. Warung sederhana tersebut hanya berukuran 5 x 9 meter. Selain menjual kopi, dia menyediakan menu pecel dan soto. Warung tersebut diberi nama Warung Kopi Eva yang menjadi cikal bakal Eva Coffee House saat ini.

Mengapa memakai nama Eva" Bukankah tak ada seorang pun di antara 10 anaknya yang menggunakan nama Eva" Tjipto menjelaskan, nama tersebut merupakan lambang perempuan pertama di dunia, yakni Eva atau Siti Hawa. Kata Eva mudah diucapkan dan diingat karena tidak terlalu panjang.

"Dulu hanya warung sederhana. Sekarang bisa seperti ini. Kami memiliki ruangan yang mampu menampung 700 orang dengan pemandangan bagus, bisa melihat Kota Ambarawa dan Rawa Pening," jelas Tjipto. Seiring dengan berkembangnya zaman, warung tersebut berganti nama menjadi Eva Coffee House. "Itu kan nama sekarang, zamannya lebih modern," ujarnya lantas tertawa.

Letak yang strategis dan memiliki banyak kenalan membuat usaha warung kopi Tjipto semakin maju. Banyak rekan seperjuangannya di eks Brigade 17 yang menjadi pejabat, mulai bupati, wali kota, petinggi militer, hingga menteri, sering berkunjung ke warungnya untuk ngopi-ngopi. Salah seorang di antaranya, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan pada era Orde Baru Radius Prawiro. Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X sering menyempatkan diri untuk rehat sejenak di Eva Coffee House.

MEREKA ini sudah puluhan tahun menggeluti bisnis kopi. Salah seorang di antaranya memulai usaha sejak 1954. Kini, ketika umurnya hampir 90 tahun,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News