Adnan ICW Kaitkan Pendengung dengan Proses Kebijakan Publik, Miris!
Yakni, dengan membidik sisi emosional personal dan sentimentil para pengguna media sosial.
Dengan demikian, mereka akan lebih cepat mendapatkan simpati dan dukungan.
“Buzzer bisa mengemas sedemikian rupa informasi sehingga hal-hal yang ilmiah tidak relevan lagi dalam konteks kebijakan publik,” katanya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Wijayanto mengatakan pendengung merupakan pengguna akun fiktif di media sosial yang memengaruhi opini publik terkait isu tertentu.
Fenomena kemunculan pendengung sering digunakan untuk melakukan kampanye, entah itu produk, politik di media sosial, bahkan untuk menggiring opini publik.
Dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) itu juga mengatakan keberadaan pendengung pernah memengaruhi beberapa kasus di Indonesia.
Antara lain, Pilpres 2019, revisi undang-undang KPK, Omnibus Law dan pemilihan kepala daerah secara langsung di tengah pandemi.
Penelitian itu dituangkan dalam artikel 'The Threat of Cyber Troops' yang telah diunggah di laman Inside Indonesia.
Adnan ICW mengaitkan keberadaan pendengung dengan proses kebijakan publik, miris banget.
- Pakar Rilis Refleksi Komunikasi Satu Dekade Jokowi Lewat Govcom Insights
- Celeb Agency, Solusi Efektif Meningkatkan Engagement dan Promosi Produk
- Puja-puji Berubah Caci Maki, Jokowi seperti Sendiri
- Bamsoet Dorong Wartawan Tingkatkan Skill Agar Tak Kalah Bersaing dengan Para Buzzer
- Bea Cukai jadi Sorotan, Pengamat Intelijen & Keamanan Merespons Begini
- Disebut Sewa Buzzer, Bea Cukai Berkomentar Begini, Tegas