Agar Sukses, Anggota BIN Harus Dapat Restu Ibu

Agar Sukses, Anggota BIN Harus Dapat Restu Ibu
Supono Soegiran, saat ditemui di Pesona Kahyangan, Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin, 22 Oktober 2012. Foto: Ridlwan/ Jawa Pos
Pulang dari penugasan luar negeri, menjelang pensiun (2007), Supono mendapat tugas memperbaiki sistem perekrutan dan kurikulum pendidikan calon-calon agen muda intelijen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara.  "Saya bilang ke adik angkatan saya, Dik As"ad (mantan Wakil Kepala BIN As ad Ali, Red) terima kasih sekali. Ilmu yang bermanfaat itu amal yang tidak terputus meskipun kita sudah mati," katanya.    

Dia lantas menjabat ketua 1 STIN yang membawahkan kurikulum. Dia lalu berkonsultasi dengan berbagai pakar dan akademisi. Di antaranya, dosen-dosen program S-2 Kajian Strategik Intelijen Universitas Indonesia yang memang bekerja sama dengan BIN. "Saya juga turun langsung ke daerah-daerah merekrut calon intel yang potensial,"    ujarnya.

Awalnya, BIN hanya mengambil input anak-anak cerdas dari sekolah unggulan yang semi militeristis seperti SMA Taruna Nusantara di Magelang, atau SMA Krida Nusantara di Bandung. Namun, belakangan BIN mulai merambah ke sekolah-sekolah unggulan yang lain di seluruh Indonesia. Misalnya, Makassar, Ambon, dan Aceh.

"Syaratnya harus cerdas. IQ minimal 120. Intelijen itu bukan modal otot, tapi otak. Karena itu, Pak Zulkifli Lubis, pendiri badan intelijen pertama republik, menyebutnya sebagai prajurit perang pikiran," katanya.

DUNIA intelijen selalu penuh misteri dan kerahasiaan. Apakah hidup sebagai mata-mata seindah yang digambarkan dalam film James Bond besutan Holywood?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News