Agar Wujud Bulog Tidak Ka'Adamihi
Senin, 26 Maret 2012 – 01:11 WIB
Meski mesin itu masih terlalu mahal, rasanya mau tidak mau kita harus menuju ke arah sana. Tenaga untuk memanen dan merontokkan benar-benar sulit sekarang ini. Apalagi lima tahun ke depan.
Dengan demikian, ke depan yang diperlukan tinggal "kendaraan panen" itu dan lahan penjemuran. Di Jombang diusulkan agar tanah desa diubah menjadi lahan penjemuran bersama. Saat musim panen hamparan itu digunakan untuk menjemur gabah. Di luar itu, bisa dimanfaatkan untuk tempat bermain anak-anak. Kecuali, bisa ditemukan mesin penjemur yang tidak berbahan bakar minyak. Misalnya, mesin yang memanfaatkan panas matahari.
Di perkebunan karet BUMN PTPN IX Jateng sudah dicoba pengeringan karet dengan tenaga matahari. Investasinya memadai karena digunakan sepanjang tahun. Saya sudah minta bagaimana supaya proses itu disempurnakan untuk gabah. Memang perhitungan investasinya lebih sulit. Pengering gabah hanya akan dipakai maksimal tiga kali dalam setahun. Yakni, saat musim panen saja.
Intinya: masih banyak yang harus kita perbuat untuk puluhan juta petani kita. Terutama pada masa transisi seperti ini. Transisi dari cara lama ke cara baru. Transisi yang tidak bisa dihindari karena kian sulitnya tenaga kerja di sektor pertanian. Transisi dari cara-cara lama ke cara baru yang mereka anggap lebih mudah. Transisi dari berlama-lama uro-uro di sawah ke cepat-cepat pulang nonton sinetron.
LUPAKAN gerbang tol. Ada yang lebih aktual yang harus kita dukung: pengadaan beras oleh Bulog. Saat ini petani lagi panen raya. Tindakan saya yang
BERITA TERKAIT