Agomo Budoyo

Oleh: Dahlan Iskan

Agomo Budoyo
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Di belakang joglo itu ada kamar-kamar bernomor. Lalu ada tangga naik –ke kamar-kamar di atas.

Di sebelah lain ruang duduk terbuka itu ada kamar-kamar lain yang juga bernomor. Di belakang kamar-kamar itulah tobongnya: panggung permanen untuk pertunjukan ketoprak. Sangat terawat, pertanda sering ada pertunjukan atau latihan di situ.

Lukisan di panggung itu selalu diperbarui. Sangat terjaga. Mengalahkan panggung Sriwedari Solo sekali pun.

Kirun hidup dari kesenian dan ia menghidup-hidupkan kesenian.

Di dinding-dinding tobong itu banyak gambar lukisan Gus Dur ukuran besar-besar. Itulah tokoh idola Kirun: Gus Dur. Ia merasa cocok dengan jalan pikiran Gus Dur dalam memandang agama dan budaya.

''Agomo. Budoyo. Negoro''.

Tulisan itu ada di beberapa bagian di kompleks padepokan seni Kirun. Termasuk di mobil-mobilnya.

Agomo adalah cinta-kasih. Semua agama mengajarkan cinta. Budoyo adalah roso rumongso. Sopan santun. Tata krama. Dan negoro adalah tatanan.

Saya ke rumah Kirun Rabu lalu. Mudah. Tidak jauh dari mulut tol Madiun. Tinggal belok kanan sekitar 1 km. Berdekatan dengan rumah Laksamana (Purn) Yudo Margono.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News