Agus Salim Pemimpin Rakyat, Sebuah Catatan
Oleh: Mohammad Ibnurkhalid - Praktisi Media

Pilihan itu hasilnya luar biasa. Agus Salim yang berusia 22 tahun seperti memasuki kawasan lumbung ilmu.
Ia kemudian banyak berinteraksi dengan ulama-ulama besar seperti Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.
Namun, pengalaman paling berkesan adalah saat berguru dengan pamannya Syech Achmad Khatib yang menduduki posisi sebagai imam dan guru besar mazhab Syafii di Masjidil Haram, Mekkah.
Sebagai murid seorang Imam Besar, Agus Salim belajar dengan tekun dan dikenal kritis. Mungkin karena latar belakang pendidikan sekolah Belanda Hogere Burgerschool, setiap hal selalu dipandang sisi rasionalnya.
Ia banyak melakukan perbandingan, mengkritisi, tidak sekedar mendengar atau meng-iyakan penjelasan gurunya.
Pengalaman belajar langsung di Mekkah termasuk dengan pamannya itu telah merubah Agus Salim sebagaimana ditulisnya kemudian di surat kabar Bendera Islam yang terbit 2 Mei 1927.
"Semasa itu keislamanku seolah-olah bawaan kebangsaan saja dan bukanlah menjadi agama keyakinan yang bersungguh-sungguh. Tetapi selama lima tahun di Saudi Arabia, saya lima kali naik haji dan bertambah dalam sikap saya terhadap agama, daripada tida percaya menjadi syak dan daripada syak menjadi yakin mengakui keadaan Allah dan agama Allah," demikian Agus Salim menulis.
Menjadi Wakil Rakyat
Pekerjaan sebagai staf konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan hidup Agus Salim.
- Rapat Pleno V DPP AMPI: Kembalikan Muruah Organisasi, Perkuat Soliditas Kader
- Tuan Rondahaim Saragih: Pahlawan Nasional 2025 Asal Sumatera utara, Ahli Strategi Perang Gerilya Melawan Belanda
- Kepemimpinan Dalam Organisasi: Tantangan dan Peluang
- Kasus Donasi Agus Berlanjut, Ada Dugaan Penyalahgunaan Dana, Jumlahnya Sebegini
- Yayasan Merah Putih Peduli Nyekar di Makam RM Margono Djojohadikusumo
- Gelar Seminar Nasional, Yayasan Merah Putih Peduli & Unhan Dukung Margono Djojohadikusumo Jadi Pahlawan Nasional