Agustus, Penjualan Premium Diperketat
Kamis, 24 Juni 2010 – 07:38 WIB
Saat ini Direktorat Jenderal Migas secara hati-hati sedang membuat skema pembatasan itu. "Kita mempunyai kewajiban tanggal 9 Juli (2010) nanti harus sudah melaporkan kepada Menteri ESDM mengenai seperti apa rencana penghematan dan langkah-langkahnya, dan jika Menteri menyetujui selanjutnya laporan itu akan dibawa ke Komisi VII DPR RI," tukasnya.
Baca Juga:
Sebelum pembatasan BBM bersubsidi tersebut diterapkan, pemerintah kan terlebih dahulu merevisi Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) Dalam Negeri. Revisi tersebut akan memasukkan mengenai siapa saja yang "boleh dan tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Diharapkan revisinya selesai sebelum kebijakan (pengetatan) ini diimplementasikan," cetusnya.
Opsi mengenai jenis kendaraan yang boleh membeli BBM bersubsidi atau sebaliknya, kata Evita, juga telah mengerucut. Kriterianya akan berdasarkan tahun pembuatan kendaraan tersebut, besaran cc (kapasitas mesin), dan wilayah pengetatan. Mengenai wilayah, sangat mungkin dilakukan di Pulau Jawa lebih dulu. "Mungkin Jawa yang kami coba dulu," ungkapnya.
Pemerintah terpaksa melakukan pengetatan BBm bersubsidi karena konsumsinya sudah melampaui batas. Pasalnya harga keekonomian premium seharusnya sekitar Rp 7000 perliter, atau sama dengan Pertamax yang tidak disubsidi pemerintah (oktan 92). Sementara harga premium (oktan 88) saat ini ditetapkan pemerintah sebesar Rp 4500 perliter. Padahal konsumsi premium tahun lalu saja telah mencapai 21.218.838 kilo liter.
JAKARTA - Pemerintah segera memberlakukan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi paling lambat bulan September tahun ini. Kebijakan
BERITA TERKAIT
- Mendes Yandri Susanto Sebut BUMDes Penting Cegah Efek Negatif Urbanisasi Bagi Desa
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru