Ahli Sebut Penggunaan UU Tipikor di Kasus Pertambangan PT Timah Dipaksakan

Ahli Sebut Penggunaan UU Tipikor di Kasus Pertambangan PT Timah Dipaksakan
Ilustrasi sidang. Foto: dokumen JPNN

“Kalau kerugian tidak termasuk dalam kategori yang diatur oleh norma UU Tipikor, maka asas legalitas harus dijaga. Tidak bisa kita memaksakan analogi atau mengembangkan norma hukum di luar yang dirumuskan dalam undang-undang,” paparnya.

Eva menjelaskan bahwa Pasal 14 UU Tipikor sudah memiliki batas yang jelas, sehingga jika dianggap ada masalah atau kekurangan dalam aturan tersebut, solusinya adalah melakukan judicial review atau uji materi.  

"Asas legalitas merupakan prinsip utama yang harus dijalankan. Jika norma tidak mencakup kasus tertentu, kita harus menguji ulang melalui judicial review, bukan memaksakan penerapan undang-undang (tipikor)," tambahnya.  

Sementara itu, saksi ahli dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum menyatakan bahwa UU Tipikor bukanlah UU "sapu jagat" untuk semua kasus yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. 

“Kalau semua yang merugikan keuangan negara dianggap sebagai tipikor, itu berbahaya. Karena nelayan yang menangkap ikan secara ilegal (illegal fishing) bisa dijerat UU Tipikor. Jangan nanti orang menggali tanah dianggap merusak lingkungan, bisa dikenakan pasal tipikor. Fakta-faktanya kita lihat dahulu,” jelasnya. 

Mahmud juga menjelaskan bahwa UU Tipikor sebagai aturan khusus (lex spesialis) tidak dapat serta merta diterapkan pada berbagai kasus. 

Penerapannya hanya berlaku jika tidak ada UU lain yang secara spesifik mengatur perbuatan tertentu.

Jika terdapat UU khusus yang relevan, maka UU tersebut harus didahulukan.  

Ahli menyebut penggunaan UU Tipikor pada kasus pertambangan yang melibatkan PT Timah dipaksakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News