AJI Kritisi Pemberitaan Kejahatan Terhadap Anak-anak
Rabu, 27 Januari 2010 – 19:41 WIB
Rach juga menyoroti istilah 'razia dubur' bagi anak jalanan yang disertai berbagai pemberitaan tentang razia tersebut, sangat berpotensi membuat si anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual untuk kembali menjadi korban pemberitaan. "Padahal, jangankan dalam kasus anak-anak yang jadi korban. Dalam memberitakan anak-anak yang menjadi pelaku tindak kriminal pun, kemasan beritanya tetap harus memposisikan si anak sebagai korban," katanya.
Baca Juga:
Di lapangan, lanjutnya, juga masih ditemui jurnalis yang tidak menggunakan jurnalisme perspektif anak. Misalnya masih ada wartawan yang bertanya pada anak, “Apakah kamu pernah disodomi?”, “Apa yang ada dalam benak kamu kalau di sodomi”.
Kalimat itu dilontarkan kepada anak jalanan secara langsung. Itu pun dengan mengggunakan cara bertanya yang kasar. Tak ada empati sama sekali dari jurnalis. "Ini tentu bukan perilaku jurnalis yang menerapkan jurnalisme perspektif anak," lanjutnya.
Karena AJI Indonesia mengingatkan para jurnalis baik reporter, redaktur, dan produser serta penanggung jawab ruang redaksi untuk memperhatikan hal-hal seperti kode etik jurnalistik, dan menghindari eksploitasi dan sensualisme anak, menghindari seksual image terhadap anak di media, serta tidak mengekspose anak secara berlebihan.(lev/jpnn)
JAKARTA - Belakangan ini, media massa kerap memberitakan kasus kejahatan yang menimpa anak-anak. Sayangnya, pemberitaan itu sering berdampak buruk
Redaktur & Reporter : Antoni
BERITA TERKAIT
- Pemerintah Dukung Partisipasi Indonesia di New York Fashion Week
- Tenaga Non-ASN Lolos Seleksi PPPK Kota Semarang Tak Seusai Kualifikasi, Waduh!
- Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel, KPK: Kami Menghormati
- PERADI-SAI Serukan Salam Damai dan Persatuan ke Seluruh Advokat
- Wahai Honorer Lulus PPPK 2024, Senyum dong, Ini soal Gaji Perdana
- Kabar Gembira untuk Honorer Tua Gagal PPPK 2024 Tahap 1