Akademisi Minta Regulasi Gambut Dikaji Ulang

“Ya ujungnya kalau nggak ketemu ya paling judicial review. Ya namanya Permen masih bisa berubah, yang tak bisa berubah hanya kitab suci,” ujar Zaimi.
Regulasi baru tentang lahan gambut yang harus dijadikan fungsi lindung tersebut memiliki dampak sangat besar di Riau.
Pakar gambut tropis dari Universitas Riau Wawan menduga 45 persen dari lahan gambut yang ada di Riau akan menjadi fungsi lindung.
“Kalau kita mau buat suatu regulasi kemudian ternyata ini berdampak pengusaha teriak, rakyat teriak, lho. Kalau rakyat teriak kan itu tugas negara menyejahterakan rakyat. Maka semestinya ditinjau ulang, dengar suara banyak pihak termasuk akademisi itu didengar. Setelah itu baru mengambil keputusan seperti apa baiknya,” kata Wawan.
Wawan mengatakan, sejak PP 71 tahun 2014 terbit, Himpunan Profesi Gambut Indonesia sudah membahasnya kemudian menyusun analisis.
Setelah itu, diserahkan ke pemerintah. Namun, pemerintah tampaknya belum merespons dengan baik.
“Waktu keluarnya PP 71 dan PP 56, kami sudah memberi masukan tapi pemerintah tetap kukuh bahkan mengeluarkan Permen lanjutan (Permen LHK P.17/2017),” ujar Wawan.
“Beberapa kali kami mengadakan pertemuan, supaya ini di-review, ditinjau ulang lah. Karena mengelola gambut itu berkelanjutan, antara lingkungan ekonomi dan sosial itu seimbang ketiganya,” imbuhnya.
Akedemisi dari Universitas Riau mengharapkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57 Tahun 2016 dan aturan turunannya yang tercantum dalam Peraturan
- IJMI Sebut Pekerja Sawit Indonesia Rawan Dieksploitasi
- Genjot Ekspor, Bea Cukai Beri Izin Kawasan Berikat kepada Produsen Tas di Jepara
- PKSS Perkenalkan Contact Center 1500399 untuk Tingkatkan Kualitas Layanan Bisnis
- Perkuat Hubungan Dua Negara, Mohsein Saleh Al Badegel Pertemukan Bamsoet & KADIN Saudi
- Said Iqbal Desak Permendag 8 Dicabut karena Merugikan Usaha Lokal & Buruh
- Dukung Industri Garmen, Bea Cukai Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini