Akademisi: Penilaian OCCRP soal Jokowi Tidak Ilmiah dan Bias

Akademisi: Penilaian OCCRP soal Jokowi Tidak Ilmiah dan Bias
Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) masuk daftar OCCRP. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

"Presiden yang paling banyak melanggar hak asasi manusia itu bukan Jokowi. Kasus perang di kawasan Timur Tengah, seperti perang Irak, misalnya. Semua dunia tahu siapa yang jadi dalangnya," katanya.

Menurutnya, dalam konteks ini, Amerika Serikat telah menjadi aktor utama dalam hilangnya hak-hak rakyat Irak selama perang, tetapi tidak ada yang menyebut pemimpin negara tersebut sebagai pemimpin terkorup.

Faisyal juga menilai bahwa laporan OCCRP ini dimanfaatkan oleh politisi-politisi tertentu yang tidak menyukai Jokowi.

"Berita OCCRP ini digunakan oleh politisi-politisi yang tak suka dengan Jokowi sebagai senjata untuk menyudutkan Jokowi," kata Faisyal.

Namun, dia juga menegaskan bahwa Jokowi tetap pantas mendapat apresiasi atas berbagai pencapaian yang telah diraihnya selama memimpin Indonesia.

"Harus kita akui, Jokowi banyak jasanya untuk bangsa ini. Di era kepemimpinannyalah pembangunan infrastruktur berjalan maksimal dan efeknya sudah dirasakan oleh rakyat. Mobilitas masyarakat sekarang menjadi lebih baik," ujarnya.

Faisyal menilai bahwa laporan OCCRP mengenai Jokowi sebagai pemimpin terkorup perlu dikaji lebih dalam, baik dari sisi metodologi yang digunakan maupun variabel-variabel yang diangkat.

Ia mengimbau agar semua pihak tidak langsung mempercayai penilaian tersebut tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas dan fakta yang lebih objektif.

Faisyal juga menilai bahwa laporan OCCRP ini dimanfaatkan oleh politisi-politisi tertentu yang tidak menyukai Jokowi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News