Akankah Presiden Bongbong Marcos Mengakhiri Pembantaian di FIlipina?
Namun, metode ini dinilai gagal mengurangi perdagangan narkoba secara nasional, sehingga membuat pendukung setia sang presiden menyerukan tindakan yang lebih halus.
Pengganti Duerte, Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr, berada di bawah tekanan untuk merombak taktik brutal tersebut.
Pembunuh, ganjaran, dan anak-anak yang meninggal
Sementara Duterte sering menggambarkan Filipina sebagai "narco-state" atau "negara narkoba" yang dibanjiri metamfetamin, data yang ada menunjukkan situasi yang lebih kompleks.
Kantor PBB bidang Narkoba dan Kejahatan mengklaim pada tahun 2007 bahwa Filipina memiliki prevalensi tertinggi pemakaian sabu di dunia.
Berselang beberapa tahun kemudian, kantor yang sama mengatakan negara tersebut memiliki tingkat prevalensi pengguna narkoba yang rendah dibandingkan dengan rata-rata global.
Namun penentangan Duterte terhadap narkoba masih menjadi kampanye yang populer dan meluas.
Ini dimulainya setelah Pemilu tahun 2016, yang melibatkan penangkapan massal, penembakan oleh polisi, dan pembunuhan terhadap tersangka pengedar dan pengguna narkoba.
Duterte juga membentuk satuan tugas nasional yang berfokus pada pemakaian dan perdagangan narkoba, menganjurkan penembakan secara terbuka, dan bahkan menyerukan pembunuhan mereka yang mengkritik kampanye kekerasannya.
Rodrigo Duterte terpilih sebagai presiden pada tahun 2016 dengan janji memerangi narkoba di Filipina
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Universitas Bakrie Jadi Jembatan Pengembangan Industri Halal Antara Indonesia dan Filipina
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan