Akbar Lebih Berpeluang Dibanding JK
Sebagai Kandidat Pendamping Jokowi

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Ali Munhanif menilai dampak keputusan PDIP menetapkan Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden (capres) belum berimbas signifikan pada partai pimpinan Megawati itu. Ali menilai dampak Jokowi atau yang lebih dikenal dengan Jokowi effect belum sedahsyat saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi calon presiden Partai Demokrat pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2004.
"Efek Jokowi belum sedahsyat efek yang ditimbulkan oleh SBY saat capres di tahun 2004," kata Ali dalam diskusi bertema "Efek Jokowi dan Prabowo Terhadap Partai-partai Politik dan Masyarakat" yang diselenggarakan Forum Inteligensia Bebas di Jakarta, Senin (7/4).
Karenanya, Ali menyarankan PDIP cermat mencari figur calon wakil presiden (cawapres) sebagai pendamping Jokowi. Sebab, dengan tepat memilih cawapres maka elektabilitas Jokowi di pilpres yang digelar Juli mendatang bisa menanjak.
Ali melanjutkan, salah satu figur yang bida diusung mendampingi Jokowi adalah mantan Ketua DPR RI, Akbar Tanjung. “Figur Akbar Tanjung dengan segala kelebihan dan pengalamannya di ormas, eksekutif, legislatif serta basis dukungan yang masih kuat, lebih layak dan pantas untuk disandingkan dengan Jokowi," ulasnya.
Di tempat sama, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad membandingkan Akbar Tanjung dengan Jusuf Kalla. Keduanya adalah sesama mantan Ketua Umum Partai Golkar.
Namun, kata Herdi, untuk mendampingi Jokowi justru sosok Akbar lebih berpeluang dibanding Jusuf Kalla. Pertimbangannya, Akbar sarat pengalaman dan punya hubungan dekat dengan Megawati maupun PDIP.
“Sedangkan Jusuf Kalla yang pernah jadi wakil presiden pendamping SBY, dianggap akan menjadi the real president apabila mendampingi Jokowi. PDIP akan blunder jika memilih Kalla," tegas Herdi.
Sementara peneliti dari Sugeng Sarjadi Syndicate, Ridha Imawan menilai PDIP tidak punya banyak pilihan untuk mencari mitra koalisi. Menurutnya, justru Golkar yang bisa menjadi mitra untuk berkoalisi di parlemen.
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Ali Munhanif menilai dampak keputusan PDIP menetapkan
- Kemendagri dan Pemerintah Denmark Siap Kerja Sama untuk Memperkuat Pemadam Kebakaran
- Konsumsi Sayuran Meningkat Berkat Peran Perempuan Pegiat Urban Farming
- Bea Cukai Sidoarjo Gelar Operasi Bersama Satpol PP, Sita 19 Ribu Batang Rokok Ilegal
- Penyidik Bareskrim Kaji Substansi Laporan Ridwan Kamil terhadap Lisa Mariana
- Semangat Hari Kartini, Pertamina Dorong Perempuan untuk Berkarya & Salurkan Energi
- Lemkapi Minta Pertemuan Sespimmen dengan Jokowi Tak Dipolitisasi