Aktivasi Otak Tengah, Metode Pendidikan yang Makin Digandrungi

Membaca dan Kenali Warna dengan Mata Tertutup

Aktivasi Otak Tengah, Metode Pendidikan yang Makin Digandrungi
OTAK TENGAH AKTIF: Ilyas (kiri), 9 tahun, sedang mendemonstrasikan kemampuannya memilah kartu berwarna dengan mata ditutup kain hitam. Foto : Ridlwan/ Jawa Pos
Beberapa teman Ilyas, seperti Naufal, Sajid, dan Aiman, juga mempunyai kemampuan yang hampir sama. "Naufal sekarang tidak pernah mengompol lagi," kata Nurhidayanto sambil merangkul bocah kecil bernama lengkap Muhammad Faizuddin Naufal itu. "Efek (pelatihan) itu kepada setiap anak tidak persis. (Misalnya) pada Ilyas, kemampuan indera penciumannya meningkat berpuluh kali lipat," lanjut dia.

Setelah diaktivasi, kesannya terhadap warna pun menjadi berbeda. Misalnya, warna pink berbau menyengat, sedangkan warna hijau kurang menyengat. "Bisa juga dengan diraba. Misalnya, saat mengurutkan kartu, warna tertentu di jari-jari anak rasanya kasar, warna yang lain lembut," papar alumnus Ilmu Komunikasi UGM itu.

Nurhid lantas mengajak melihat video simulasi pelatihan di kantor AJI yang juga berada di kompleks Taman Pintar. "Memang, tidak semua bisa mengakses metodologi latihan ini karena sifatnya terbatas," katanya. "AJI mendapat lisensi (pelatihan) ini secara franchise dari Sichida Internasional pimpinan Prof Makoto Shichida pada Maret lalu," lanjut dia.

Pelatihan itu dilakukan di ruangan yang kedap suara atau minimal tidak ada gangguan audio visual. Ruangan yang bebas berisik dan bebas bising penting karena salah satu resep aktivasi otak tengah itu menggunakan gelombang suara di level alfa. "Biasanya kami menggunakan hall hotel," katanya.

ADA metode pendidikan yang kini diperkenalkan kepada masyarakat. Yakni, pelatihan untuk "membangunkan" otak tengah. Metode itu masuk ke

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News