Aktivitas Seksual Pelajar Memprihatinkan

Untuk Terjerumus, Tinggal Tunggu Kesempatan

Aktivitas Seksual Pelajar Memprihatinkan
Aktivitas Seksual Pelajar Memprihatinkan

Karena itu, kata Isa, semua pihak harus bertanggung jawab untuk membuat regulasi yang bisa diterima anak-anak. Baik orang tua, pemerintah, dinas pendidikan, maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli dengan generasi muda. Salah satu yang diperlukan adalah pelatihan kecerdasan literasi. Dengan demikian, ketika anak memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dari berbagai media secara mudah, mereka akan cerdas memilih informasi yang baik dan buruk. "Saya rasa pendampingan anak kurang. Juga perhatian dari orang tua maupun pemerintah," ujar pria yang juga ketua Dewan Pendidikan Surabaya itu.

Kebebasan akses informasi hingga memengaruhi perilaku seksual pelajar itu, lanjut Isa, juga terkait dengan pola pembelajaran baru yang diterapkan di sekolah. Jika sebelumnya anak diberi tahu informasi oleh guru, kini dengan pola pembelajaran baru, anak justru mencari tahu sendiri informasi tersebut. Akibatnya, ketika anak dilepas begitu saja tanpa dibekali pemahaman memperoleh informasi, yang terjadi adalah anak secara bebas mencari tahu informasi itu tanpa batasan. "Sekarang ini kan kurikulum baru, anak justru mencari tahu sendiri. Rasa ingin tahu itu yang membuat anak bebas mencari informasi dari berbagai media," tambahnya.

Dengan adanya fenomena tersebut, menurut Isa, yang diperlukan adalah bersama-sama memberikan pencerahan kepada anak-anak tentang apa yang dilakukan. Termasuk aktivitas di ruang publik seperti Facebook, BBM, maupun Twitter. Semua pihak harus memberikan batasan-batasan agar anak tidak terjerumus. "Di ruang publik biasanya anak bisa curhat dan sebagainya. Ketika kebebasan itu ada, anak perlu didampingi," jelasnya.

Selain itu, Isa mengatakan, pendidikan reproduksi perlu diberikan kepada anak-anak sejak usia dini. Tetapi, pendidikan reproduksi tersebut harus dikemas dengan baik untuk mengarahkan anak menjauhi tindakan seksual di luar nikah. "Selama ini pendidikan reproduksi belum ada," jelasnya.

Berdasar penelitian yang dilakukan kepada siswa SMP dan SMA di Surabaya tersebut, akses informasi yang mengubah perilaku seksual pelajar paling banyak didapat dari tiga sumber. Yaitu, televisi, teman, dan internet. Karena itu, tiga akses informasi tersebut harus disikapi. "Semuanya harus dibenahi. Orang tua harus punya waktu dan lebih intens komunikasi dengan anak selama masa tumbuh kembang," paparnya.

Sebab, sebagian besar remaja sekarang sangat sulit terbuka kepada orang tua. Mereka memilih mencari ruang lain untuk bisa terbuka tentang permasalahan yang menyangkut pribadi atau pasangannya. Hal itu juga berdasar laporan Telephon Sahabat (Tesa) 129 Jatim tahun lalu. Yaitu, ada 563 pengaduan. Sebanyak 60 persen pengaduan remaja tersebut adalah persoalan pacaran.

Setelah dilakukan pendalaman, anak-anak remaja masih sangat labil sehingga rentan melakukan sesuatu. Jadi, perlu dibikin kekuatan atau penyadaran terhadap anak-anak tersebut. Mereka rata-rata mengadu karena mengalami keterasingan di sekolah maupun di rumah. "Ini perlu disikapi," ujar ketua Tesa 129 Jatim itu. (ayu/c6/nw/mas)


INI peringatan keras bagi para orang tua. Mereka harus benar-benar menyikapi secara serius gaya berpacaran anak-anak remajanya. Berdasar hasil penelitian,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News