Alasan Pemilih NU ke Jokowi, Muhammadiyah Condong ke Prabowo
"Di sana juga ada PKB dan PPP. Dua partai ini juga kental NU. Kemudian program Pak Jokowi kental dengan santri, seperti menetapkan hari santri. Ini yang membuat Pak Jokowi kuat di NU," ucap dia.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo - Sandiaga unggul dari Jokowi - Ma'ruf pada sektor pemilih Muhammadiyah. Prabowo - Sandiaga mengantungi elektabilitas sebesar 51,3 persen sampai 57,7 persen, sementara Jokowi - Ma'ruf sebesar 42,3 persen sampai 48,7 persen.
Adjie mengatakan banyak tokoh Muhammadiyah merapat mendukung Prabowo - Sandiaga, salah satunya Amien Rais. Hal inilah yang membuat suara Muhammadiyah merapat ke pasangan capres - cawapres nomor urut 02.
"Di Muhammadiyah ada tokoh yang mendukung Prabowo - Sandiaga, seperti Amien Rais. Kedua kecenderungan pemilih Muhammadiyah lebih kritis dan gampang kecewa dengan petahana. Karena memang pemilih Muhammadiyah ini berasal dari kaum terpelajar. Jadi mudah kritis terhadap program petahana. Namun, faktor tokoh Muhammadiyah yang merapat ke Prabowo-Sandiaga, ini yang paling kuat," pungkas Adjie.
Survei dilakukan pada periode 18 hingga 26 Maret 2019. Survei melibatkan 1.200 responden yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia.
Survei ini menggunakan metode sampel acak bertingkat melalui wawancara tatap muka dan kuesioner dengan margin of error dari survei ini sebesar 2,8 persen. (mg10/jpnn)
Elektabilitas Jokowi - Ma'ruf pada pemilih NU sebesar 62,4 persen, sementara Prabowo - Sandiaga hanya mendapat elektabilitas sebesar 31,2 sampai 37,6 persen.
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Beredar Surat Instruksi Prabowo untuk Pilih Ridwan Kamil, Ini Penjelasannya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Anggap Maruarar Sirait Main SARA di Jakarta, Chandra: Belum Move On dari Rezim Jokowi
- Prabowo Bertemu MBZ, Targetkan Investasi Dagang Rp 158 Triliun