Alat Puruhito
Oleh: Dahlan Iskan
Maaf, karena Anda juga menyebut SpBTKV yang ikut rebutan, tetapi bukan dengan SpA, namun dengan Cath-Lab (di RSUD dr Soetomo sudah tidak lagi, tetapi di RS lain juga di luar Surabaya masih ada).
Malah pernah ada Permenkes yang menyebutkan tentang penggunaan alat radiologi dan juga ”kebijakan direktur” setempat. Yang pasti (seperti Anda tulis) tidak ada di RS Swasta.
Akan tetapi, toh pernah terjadi ”penguasaan alat” oleh spesialis tertentu dengan memblokir hari-hari penggunaan alat tersebut. Dan direktur tidak mampu mengatasinya karena ”kalah wibawa” dengan spesialis tersebut.
Problem itu juga terkait dengan ”asas monoloyalitas” (satu dokter satu SIP atau satu tempat praktik). Yang pasti perubahan soal ini akan membuat banyak dokter (termasuk spesialis) akan protes. Sekarang SIP dibatasi hanya 3 tempat praktik/Rumah Sakit.
Pasti direktur RS akan ”senang” bila para dokter itu ”loyal” bekerja HANYA di RS-nya saja. Dari pagi sampai sore/malam, bahkan sekalian ”praktik” di RS-nya itu juga. Itu memang ideal. Seperti di beberapa negara lain.
Di Singapore, saya kenal beberapa spesialis khusus yang bekerja di lebih dari satu RS. Tetapi di Jerman sejauh ini memang semua dokter ”loyal” hanya bekerja di satu rumah sakit, dari pagi sampai sore.
Kebijakan ”monoloyalitas” ini memang ideal untuk keperluan pendidikan spesialis yang ”hospital based” (lagi ribut juga masalah ini), karena ”dokter-guru-pendidik” bisa konsentrasi membimbing calon spesialis.
Cuma saat ini jumlah pendidik inilah yang masih terbatas, hanya ada di kota besar. Sementara itu para “dokter pendidik” ini juga perlu “tambahan penghasilan” dengan punya SIP di RS lain. Menjadi dilematis kalau harus ”monoloyal”.