Alhamdulillah! Setelah 17 Tahun Dipasung Akhirnya...

“Saat itu tahun 1997. Mahmud berusia 25 tahun. Dia sedang bersama adiknya. Tiba-tiba dia memotong kepala adiknya sampai meninggal,” kenang ibu kandung Mahmud, Komonyo, dengan raut wajah sendu.
Usai peristiwa berdarah itu, Mahmud selalu merontak. Ia tak bisa lagi diajak berkomunikasi. Keluarga lantas membawanya ke Ambon untuk diperiksa petugas medis.
”Mereka bilang dia gangguan jiwa. Untuk merawatnya, butuh biaya sekitar Rp 70 juta,” tutur wanita berusia 64 tahun tersebut.
Biaya sebesar itu mustahil dapat disediakan Komonyo. Ia hanya seorang petani kecil. Suaminya telah lama berpulang, sejak Mahmud masih berusia 13 tahun. Maka Mahmud harus dibawa kembali ke kampungnya.
Di Togolobe, warga sekitar ketakutan dengan keberadaan Mahmud. Keluarga Masud mafhum. Lantaran sering merontak, dengan berat hati Mahmud pun dipasung. ”Kami khawatir ia membahayakan orang lain,” kata Komonyo.
Maka selama 17 tahun, Mahmud ‘berteman’ rantai dan kayu yang dipasang di kedua kakinya, di ruang bekas kamar mandi yang terletak di samping rumah.
Keluarga sempat berpikir tak ada lagi masa depan untuk Mahmud. Tak ada harapan ia bisa menjalani hidup dengan normal kembali. Memancing dan berkebun untuk menghidupi keluarganya, seperti yang kerap ia lakukan semenjak sang ayah wafat.
”Sebelum sakit, dia adalah pengganti ayah kami. Tulang punggung keluarga,” ujar sang adik, Karman Masud.
Mahmud Masud tak paham apa yang merasukinya. Begitu sadar, sang adik telah tergeletak tak bernyawa di sisinya. Saat itu, hidup Mahmud langsung berubah.
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu