Ali Tazkiapreneur

Oleh Dahlan Iskan

Ali Tazkiapreneur
Foto: disway.id

Ali Wahyudi mencatat baik-baik fenomena baru itu. "Pertanyaan pertama orang tua yang datang ke sini adalah: bagaimana makan anak saya nanti," ujar Ali Wahyudi. "Bukan lagi soal bagaimana kurikulumnya," tambahnya.

Pertanyaan kedua adalah kualitas kamar dan tempat tidurnya. Di mana kamar mandinya. Seperti apa kebersihannya.

Saya melihat kamar tidur di Tazkia. Satu kamar berisi empat tempat tidur bertingkat. Namun kamarnya luas sekali.

Seandainya boleh pingpong di kamar itu, jarak antar-tempat tidur itu bisa untuk dua meja pingpong. Kamar mandinya pun di dalam kamar itu.

Anak yang sekolah di situ sudah tidak bisa lagi seperti saya dulu: kamarnya sempit, tidurnya di lantai plester tanpa tikar, kamar mandinya di luar ramai-ramai dan harus masak sendiri.

Sekolah ini punya dapur khusus. Dengan peralatan modern. Seperti di restoran besar. Letak dapurnya pun di depan: dengan kaca lebar --agar terlihat dari luar tingkat kebersihannya.

Plaza makan siswa sama baiknya dengan fasilitas sekolah bermutu di negara maju.

Tidak ada ruang kelas dalam pengertian kelas model sekolah lama. Model kelasnya sama dengan di negara maju.

Kalau dulu Batu hanya dikenal sebagai pusat pengkajian Kristen, kini juga pusat pendidikan Islam. Al Izza, dan lalu Tazkia, ikut membentuk wajah baru Batu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News