Alihkan Ketergantungan Pupuk Bersubsidi

Alihkan Ketergantungan Pupuk Bersubsidi
Tamsil Linrung

Keterbatasan skill biasa menyebabkan petani kesulitan membangun hubungan dengan lembaga ekonomi khususnya perbankan. Sementara program bantuan itu dominan melalui bank. Bagaimana menurut Anda?

Tapi kan ada juga yang tidak harus berhubungan dengan lembaga keuangan. Departemen Pertanian misalnya, membentuk lembaga keuangan mikro sendiri di daerah seperti Primatani. Belum lagi jika kemitaraan yang melibatkan orang-orang berduit digalang. . Tapi, hal ini memang membutuhkan kreatifitas dan kejelian pemerintah.
Okelah, memang akses ke lembaga-pembaga keuangan masih lemah. Tapi yang salah bukan masyarakat sepenuhnya. Harus ada pendampingan. Masyarakat perlu pendamping dibarengi sikap bank jangan kaku.  KUR misalnya, tidak perlu agunan. Tapi kadang bank tetap nakal minta agunan dengan alasan safety karena harus melaporkan penggunaan dana tersebut.

 

Lebih jauh soal pupuk organik, bagaimana konsep sebenarnya?

Idealnya, di tiap kabupaten ada proyek percontohan, bisa di tingkat kecamatan atau desa. Membangun industri pupuk organik tidak butuh biaya besar kok. Saya pernah mengusulkan daripada mengalokasikan dana belasan triliun untuk subsidi pupuk urea, mari secara bertahap, mengambil Rp3 triliun untuk membuat seribu industri pupuk organik di  seluruh Indonesia. Dengan asumsi satu industri dialokasikan Rp300 juta. Dalam waktu enam tahun, seluruh kecamatan Indonesia ada industri pupuk organiknya.  Memang ada pertanyaaan, tidak cukup mengandalkan mesin saja. karena membutuhkan bahan baku. Nah, memang diperlukan ada ternak juga agar tersedia bahan baku. Bahan baku lainnya itukan bisa dari  batang padi, dan tumbuh-tumbuhan.

 

 

Langkah ini tentu memerlukan SDM handal. Solusinya?

MEMBANGUN petani dan petambak yang kuat tidak cukup dengan menyediakan pupuk urea bersubsidi saja. Soalnya, carut marut distribusi masih menyisakan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News