Aliran Uang e-KTP dan Pembubaran Parpol

Aliran Uang e-KTP dan Pembubaran Parpol
Yusril Izha Mahendra. FOTO: Dok. JPNN.com

UU Tipikor memberi kewenangan kepada aparat penegak hukum temasuk KPK untuk menyidik kejahatan korporasi. Termasuk kategori korporasi adalah parpol, yang jika terlibat dalam kejahatan, maka pimpinannya dapat dituntut, diadili dan dihukum.

Sedangkan berdasar Pasal 68 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi, maka MK berwenang untuk memutus perkara pembubaran parpol. Parpol bisa dibubarkan jika asas dan ideologi serta kegiatan-kegiatannyabertentangan dengan UUD 1945.

Memang menjadi pertanyaan, apakah jika partai terlibat korupsi maka parpol tersebut dapat dibubarkan MK dengan alasan prilakunya itu bertentangan dengan UUD 45.

Kalau dilihat dari perspektif hukum pidana tentang kejahatan korporasi, jika korporasi terbukti melakukan kejahatan maka yang dijatuhi pidana adalah pimpinannya. Korporasinya sendiri tidak otomatis bubar.

Begitu juga halnya jika parpol yang terbukti korupsi, maka pimpinannya yang dijatuhi hukuman. Sementara partainya sendiri tidak otomatis bubar, karena yang berwenang memutuskan parpol bubar atau tidak bukanlah pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung dalam perkara pidana, tetapi Mahkamah Konstitusi dalam perkara tersendiri yakni perkara pembubaran partai politik.

MK hanya dapat menyidangkan perkara pembubaran parpol jika ada permohonan yang diajukan oleh pemerintah. Hanya pemerintah saja menurut Pasal 68 UU MK dan Peraturan MK No 12/2014 yang mempunyai legal standing untuk mengajukan perkara pembubaran parpol.

Karena itu, apakah mungkin pemerintah Presiden Joko Widodo sekarang ini akan mengambil inisiatif mengajukan permohonan pembubaran parpol, termasuk membubarkan partanya sendiri, PDIP yang disebut terdakwa Irman turut menikmati uang suap pekara e-KTP?

Secara politik, boleh dikatakan mustahil ada presiden dari suatu partai akan mengajukan perkara pembubaran partainya sendiri ke MK. Presiden mana pun hanya mungkin melakukan itu jika, pertama, ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan partainya secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan korupsi (kejahatan korporasi) dan pimpinannya dijatuhi hukuman.

Dakwaan tindak pidana korupsi e-KTP yang sudah mulai disidangkan diduga bukan hanya melibatkan terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News