Alumni Kelompok Cipayung: Hentikan Politik Transaksional
jpnn.com, JAKARTA - Dinamika politik di Indonesia semakin transaksional yang hanya diukur dari kemampuan finansial. Kondisi ini semakin menutup kesempatan para generasi muda potensial, termasuk para anggota Kelompok Cipayung, yang mempunyai komitmen utuh pada rakyat dan Negara Kesatuan Repunlik Indonesia (NKRI). Untuk itu, perlu berbagai upaya untuk menghentikan politik transaksional dan tetap mengedepankan demokrasi Pancasila.
Demikian benang merah pendapat para alumni Kelompok Cipayung saat acara Halalbihalal dan Silaturahmi Kebangsaan di Jakarta, Sabtu (22/6/2019).
Pada acara ini, hadir antara lain deklarator Kelompok Cipayung yang juga mantan Ketua PB HMI Akbar Tandjung; Theo Sambuaga, Ahmad Basarah (PA GMNI); Febry C Tetelepta, Edward Tanari (PNPS GMKI); Hamdan Zoelva, Manimbang Kaharyadi (Presidium KAHMI); Leonardo Renyut, Paulus Januar (Forkoma PMKRI); lalu Ahmad Muqowan dan Yunus Razak (IKA PMII).
BACA JUGA: Anton Doni Nilai Pendidikan Kewarganegaraan Tampak Berserakan
Untuk diketahui, Alumni Kelompok Cipayung terdiri dari Korps Alumni Himpuan Mahasiswa Islam (KAHMI), Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI), Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII), dan Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI).
Lima organisasi kemasyarakatan ini yang mendeklarasikan Kelompok Cipayung pada 22 Januari 1972 di Cipayung, Bogor, Jawa Barat oleh Akbar Tanjung (Ketua Umum PB HMI), Abduh Padare (Ketua Umum PB PMII), Suryadi (Ketua Umum DPP GMNI), Kris Siner Key Timu (Ketua Umum Presidium PMKRI) dan Binsar Sianipar (Ketua Umum PP GMKI).
Deklarasi ini kemudian melahirkan tujuh kesepakatan yang dikenal dengan Indonesia yang Dicita-citakan.
Koordinator Presidium KAHMI Hamda Zoelva yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi mengatakan fenemona politik transaksional terus meningkat dalam dua dekade terakhir. Kondisi itu menyebabkan politik hanya ditentukan dari kemampuan finansial. Akibatnya, kader-kader muda potensial, termasuk dari Kelompok Cipayung, sulit masuk dalam dunia politik. Dinamika politik kebangsaan dan idealisme kerakyatan yang seharusnya lebih diutamakan
Dinamika politik di Indonesia semakin transaksional yang hanya diukur dari kemampuan finansial. Kondisi ini semakin menutup kesempatan para generasi muda potensial, termasuk para anggota Kelompok Cipayung, yang mempunyai komitmen utuh pada rakyat dan NKRI
- Ketua PP PMKRI Soroti Dua Isu Penting Saat Bertemu Menteri Komdigi RI
- Caleg Terpilih Mundur, Perludem Mencium Aroma Politik Transaksional
- Ketum KNPI Bersama Kelompok Cipayung Dampingi Presiden Buka Kongres Nasional KMHDI
- BNPT Gandeng Organisasi Pemuda Untuk Melawan Manipulasi Ideologi Kekerasan
- Dana Hibah dan Jual Beli Demokrasi
- Kelompok Cipayung Plus: Hasil G20 Harus Disosialisasikan Kepada Masyarakat