Alwi Novi
Oleh: Dahlan Iskan
Masih ada satu huruf hidup lagi yang diperkenalkan oleh Alwi ke mereka: e dengan coret miring di atas. Itu untuk membedakan "e" untuk "enak" dan "e" untuk ¬–"entar" dulu saya pikir contohnya. "Entah" kenapa sulit dapat contohnya.
Alwi, Anda sudah tahu: alumnus pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
Dia kuliah S1 dan S2 di Xiamen, provinsi Fujian. Alwi satu almamater dengan Novi Basuki, redaktur rubrik Cheng Yu di Harian Disway, Surabaya. Sejak dari Nurul Jadid sampai Xiamen.
Bedanya Novi masih lanjut ambil gelar doktor di Guangzhou. Alwi langsung menerima tawaran bekerja di sana. Dia diminta jadi guru bahasa Indonesia di kota Fuqing, tiga jam naik mobil di utara Xiamen.
Sudah dua tahun Alwi mengajar di Fujian Polytechnic Normal University. Semacam IKIP di Indonesia.
Itu satu-satunya perguruan tinggi di Fujian yang punya jurusan bahasa Indonesia.
Ini tahun kedua Alwi jadi dosen. Hampir genap dua tahun. Sampai enggak sempat pulang untuk, misalnya, kawin. Dia jomblo ting-ting. Belum punya calon. Umur 28 tahun.
Seperti juga Novi, dia suku Madura pendalungan –Madura perantauan yang lahir di Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan sekitarnya).