AMDK di Bawah Seliter Bernilai Ekonomi & Mudah Didaur Ulang

“Kalau bicara sachet waktu kami melakukan brand audit sampah di Bali itu juga dominan. Sampah-sampah ini nggak bisa didaur ulang juga. Mereka ini sampah-sampah residu,” katanya.
Dia melihat kemasan sachet ini memang seperti strategi pangsa pasarnya para produsen untuk menghimpun keuntungan besar.
“Sasaran mereka semua elemen masyarakat karena nilai-nilai yang ditawarkan yaitu praktis, awet, bisa dibawa kemana-mana dan efisien, serta ekonomis. Nah, itu yang menjadi problem ketika sampah sachet ini diminati, berbalik dengan penanganan pasca konsumsinya,” ucapnya.
Seharusnya, lanjut Kholid, kalau mau bicara mengenai sampah itu, perhatian utama setiap pemprov itu termasuk Pemprov Bali adalah sampah plastik sachet. “Artinya, para produsen kemasan sachet itu juga harus dilarang memproduksi sachet,” katanya.
Koordinator Audit Merek Ecoton Alaika Rahmatullah mengatakan tingkat keresahan masyarakat terhadap sampah kemasan sachet ini akan semakin mendalam.
“Apalagi para produsen besar yang memproduksi sachet ini memperlihatkan sebuah paradoks yang menggelisahkan. Tidak hanya melihat jumlahnya, tetapi tentang bagaimana tanggung jawab produsen terhadap dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka,” ucapnya.
Dia juga menyayangkan SE Gubernur Bali yang sama sekali tidak menyoroti sampah sachet ini. “Padahal, sebenarnya sampah sachet ini harus menjadi sorotan utama karena sampahnya yang susah didaur ulang,” katanya.
Menurutnya, dalam menangani masalah sampah itu tidak boleh ada tebang pilih.
“Pemrov Bali tidak boleh tebang pilih dalam menangani permasalahan sampah plastik sekali pakai ini. Apalagi sampai melarang kemasan sampah plastik yang mudah didaur ulang tapi malah membiarkan produsen pemicu sampah yang susah didaur ulang seperti kemasan sachet,” ucapnya.
Program Manager Toxics and Zero Waste Nexus3 Foundation, Ninditha Proboretno, mengungkapkan Bali juga sebenarnya memiliki masalah terkait sampah sachet dan bukan hanya sampah dari kemasan air minum gelas plastik dan botol saja.
“Jadi, kalau benar-benar mau mengurangi sampah di Bali itu, seharusnya semua jenis plastik sekali pakai itu dilarang berproduksi termasuk sachet dari produk-produk makanan dan minuman serta produk kebersihan,” pungkasnya.
Dia menuturkan berdasarkan brand audit yang pernah dilakukan Nexus3 di Bali pada 2019 lalu, ditemukan ada sejumlah produsen besar yang menyumbangkan sampah sachet di Bali.
“Sayangnya, sepertinya setiap tahun produsen-produsen ini tetap menjadi penyumbang sampah sachet terbesar di Bali. Seharusnya, mereka kan juga harus dikenakan larangan untuk memproduksi produk-produk kemasan sachet kalau mau mengurangi sampah plastik sekali pakai," ucap Ninditha.
Seperti diketahui, larangan Gubernur Bali terhadap produsen kemasan gelas dan botol air minum ini disebut-sebut mengacu terhadap riset yang dilakukan Sungai Watch.
Adapun pengauditan sampah oleh Sungai Watch ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul “Sungai Watch Impact Report 2024”.
Dari penjaringan sampah yang dilakukan Sungai Watch di sungai-sungai yang ada di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur sepanjang 2024, diperoleh waste audit di mana 5,5 persen dari sampah yang terjaring merupakan sampah sachet dan hanya 4,4 persen sampah dari air minum kemasan plastik sekali pakai. (mcr10/jpnn)
Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) Muhamad Kholid Basyaiban menyayangkan adanya diskriminatif dalam penangana
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul
- Praktisi Hukum: Surat Edaran Gubernur Tak Bisa Dijadikan Acuan Hukum
- BPKN Sebut Kebijakan Gubernur Bali Soal AMDK di Bawah 1 Liter Beri Dampak Negatif
- Rayakan Liburan Paskah yang Mewah di The Ritz-Carlton Bali
- Wali Kota Pekanbaru Soroti Praktik Pengelolaan Sampah Tak Sesuai Aturan, Badan Usaha Besar Terlibat
- Atasi Masalah Sampah, Ahmad Luthfi Inisiasi Pembangunan Zonasi TPST Regional
- Pelaku Pengelolaan Sampah Ilegal dan Pungli di Pekanbaru Ditangkap