AMDK Sudah Jadi Kebutuhan Masyarakat, Distribusinya Tidak Boleh Terganggu Saat Libur Nataru

AMDK Sudah Jadi Kebutuhan Masyarakat, Distribusinya Tidak Boleh Terganggu Saat Libur Nataru
Masyarakat sudah menjadikan air minum dalam kemasan (AMDK) sebagai kebutuhan strategis yang harus terpenuhi setiap saat. Foto: source for jpnn

Kondisi kelangkaan AMDK ini, menurutnya, juga berpotensi menimbulkan praktik penimbunan barang, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga. “Dan tentu saja berdampak lagi pada masyarakat sendiri sebagai konsumen,” ucapnya.

Karenanya, kata Rizal, Kemenperin mengusulkan agar SKB tersebut mempertimbangkan pengkajian ulang terhadap bahan pokok yang masuk ke dalam barang yang dikecualikan dengan memasukkan AMDK juga.

Di acara serupa, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, menuturkan bahwa pada 2019 lalu, pemerintah pernah mengeluarkan keputusan bahwa untuk industri tertentu termasuk di dalamnya produk AMDK itu diperbolehkan melintas selama periode pembatasan libur panjang nasional dalam hal ini Lebaran ataupun Nataru.

“Namun, kemudian pemerintah mengubah kebijakannya pada 2023 dengan mengeluarkan AMDK dari barang yang dikecualikan. Dan sampai sekarang kami pun belum tahu alasannya apa,” tuturnya.

Padahal, dia mengakui konsumen sangat tinggi permintaannya untuk produk AMDK apalagi di saat libur panjang. ”Nah, bayangkan jika suplainya dibatasi, AMDK ini bisa langka dan masyarakat akan sulit mendapatkannya. Jika pun ada, harganya pasti sangat mahal,” tukasnya.

Ditempat yang sama, ekonom Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Aknolt Kristian Pakpahan mengatakan SKB 3 Kementerian/Lembaga soal pelarangan truk sumbu 3 atau 3 di saat libur Nataru ataupun Lebaran ini sebenarnya sudah berjalan lama dalam konteks kebijakan publik.

Jadi, menurutnya, seharusnya yang namanya kebijakan publik itu harus memenuhi tiga prinsip. Pertama, tata cara perumusan ketika kebijakan itu akan dibuat juga harus melibatkan seluruh stakeholder dalam konteks ini.

“Mungkin tidak hanya sekadar melibatkan regulator saja, tapi juga perlu pengusaha dan kami kelompok akademisi yang masukan-masukannya harus dipertimbangkan,” katanya.

Yang kedua, lanjutnya, ada namanya tata cara implementasi, bagaimana kemudian ketika SKB sudah dikeluarkan menjadi satu kebijakan, harus mitigasinya seperti apa. Ketiga adalah ada tata cara evaluasi.

“Nah, tiga prinsip ini yang rasanya perlu menjadi fokus ketika SKB ini dibuat. Di sinilah ada yang namanya penguatan koordinasi multi sektor. Jadi, ketika kita bicara SKB tersebut, itu jangan hanya sekadar bicara Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan Polri, tapi harus juga melibatkan Kementerian Perdagangan Kementerian Perindustrian yang mewakili industri,” ujarnya.(ray/jpnn)

Masyarakat sudah menjadikan air minum dalam kemasan (AMDK) sebagai kebutuhan strategis yang harus terpenuhi setiap saat.


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News